Pengaturan Lawyer Asing: Selalu Dipicu Konflik dan Kepentingan
Fokus

Pengaturan Lawyer Asing: Selalu Dipicu Konflik dan Kepentingan

"Ada uang Abang disayang, tiada uang Abang ditendang." Ungkapan tersebut mungkin dapat menggambarkan pasang surut hubungan konsultan hukum asing dengan konsultan hukum Indonesia. Gawatnya, pasang surut hubungan itu ternyata berimbas pada kebijakan umum mengenai konsultan hukum asing di Indonesia.

Nay/APr
Bacaan 2 Menit

Peran Mochtar dan Ismail Saleh

Pertama kali ada pengaturan konsultan hukum asing adalah munculnya SK Menteri Kehakiman No J.S.15/24/7 tentang Pelaksanaan Pembatasan Penggunaan Tenaga Ahli Hukum Warga Negara Asing Pendatang pada Usaha Pemberian Jasa dalam Bidang Hukum tertanggal 6 Juli 1974 . Dalam SK ini, dinyatakan bahwa ahli hukum asing dapat dipekerjakan secara perorangan sebagai penasehat.

Dalam SK ini, juga disebutkan bahwa ahli hukum asing hanya berkedudukan sebagai karyawan dan bergerak hanya dalam lapangan hukum negara asalnya atau hukum internasional. Syaratnya, dengan tidak mencampuri hukum Indonesia, baik di luar maupun di muka pengadilan.

Dalam buku "Advokat Indonesia Mencari Legitimasi" yang merupakan hasil penelitian PSHK, disebutkan bahwa keputusan ini dikeluarkan justru pada saat beberapa kantor hukum asing mempunyai rencana membuka kantor di Jakarta bergabung dengan beberapa advokat Indonesia terkemuka. Namun, niat mereka dicegah oleh SK ini yang dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman saat itu, Mochtar Kusumaatmadja yang juga pendiri kantor hukum terbesar saat itu, yaitu MKK.

Hal ini dibenarkan oleh seorang lawyer senior. Menurutnya, saat itu akan dibentuk gabungan satu kantor konsultan hukum Amerika dengan Inggris dan Indonesia. Namun kemudian, keluar SK Tahun 1974 tersebut. Dalam SK itu, beberapa peraturannya, seperti mengenai komposisi perbandingan lawyer Indonesia dengan lawyer asing persis seperti pola di kantor Mochtar.

Namun menurut salah seorang pengacara senior, Mochtar saat itu didukung oleh beberapa lawyer ternama, seperti Lukman Hanafiah dan Del Juzar. Bahkan, Lukman Hanafiah bahkan sebelumnya sempat  mengusir salah seorang lawyer asing dari kantornya.

Pada 1985 keluar SK Menteri Kehakiman No. M.01-HT.04.02 tentang Pemberian Jangka Waktu Bekerja Ahli Hukum Warga Negara Asing pada Usaha Pemberian Jasa dalam Bidang Hukum. SK ini secara rermi menolak mengeluarkan ijin baru bagi konsultan hukum asing. Bagi lawyer asing yang sudah bekerja di Indonesia, dibatasi paling lama lima tahun sejak dikeluarkannya SK.

SK tahun 1985 ini merupakan upaya Ismail Saleh, yang merupakan birokrat sejati (dari berkarier di Sekneg, menjadi Jaksa Agung dan Menteri Kehakiman) untuk menghentikan kehadiran ahli hukum asing. Anehnya, keputusan itu dikeluarkan justru pada saat bidang-bidang jasa yang lain kian terbuka dan pemerintah mencanangkan deregulasi di banyak sektor. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: