Pengamat Kritik Pencabutan Aturan PMK Pajak E-Commerce
Berita

Pengamat Kritik Pencabutan Aturan PMK Pajak E-Commerce

Padahal, penerapan aturan tersebut tidak berhubungan dengan jenis dan tarif baru, tapi prosedur atau tata cara pelaporan perpajakan bagi pelaku usaha atau penjual pada e-commerce. Justru, pencabutan aturan pajak e-commerce ini menimbulkan diskriminasi.

Mochamad Januar RIzki
Bacaan 2 Menit

 

Kritik terhadap pencabutan PMK ini juga disampaikan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center, Ajib Hamdani. Menurut dia pencabutan PMK tersebut menandakan pemerintah telah gagal memberi pemahaman kepada masyarakat mengenai isi peraturan ini.

 

“Pencabutan PMK 210 Tahun 2018 ini membuktikan kegagalan pemerintah menyampaikan pesan utuh kepada masyarakat. PMK ini tidak mengatur jenis, objek dan tarif pajak baru hanya mengatur mekanisme. Kok hanya mengatur mekanisme direvisi, Ini preseden buruk,” kata Ajib.

 

Dia menilai pelaku usaha e-commerce seharusnya merasa terbantu dengan adanya PMK ini karena terdapat aturan mekanisme perpajakan yang selama ini tanpa payung hukum. Ajib juga sepakat pencabutan aturan ini justru menimbulkan ketidakadilan (diskriminasi) antara pelaku usaha e-commerce dengan konvensional. Sebab, tanpa PMK 210/2018 ini berpotensi terjadinya penghindaran pembayaran pajak.

 

“Pencabutan (aturan) ini menimbulkan rasa ketidakadilan. Kenapa? Konvensional bayar sementara e-commerce tidak bayar. Pencabutan aturan ini menyebabkan ekstensifikasi (perluasan) data perpajakan tidak bisa berjalan,” ujarnya.

 

Sebelumnya Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan sejak aturan tersebut terbit muncul spekulasi di masyarakat, sehingga menimbulkan kekhawatiran. Menurutnya, keputusan pencabutan PMK ini diambil untuk melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang lebih komprehensif antar Kementerian/Lembaga (K/L). Koordinasi ini untuk memastikan agar pengaturan e-commerce tepat sasaran, berkeadilan, efisien serta mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi digital dengan mendengarkan masukan seluruh pemangku kepentingan.

 

“Penarikan ini sekaligus memberi waktu bagi pemerintah untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi yang lebih intensif dengan seluruh pemangku kepentingan, serta mempersiapkan infrastruktur pelaporan data e-commerce,” ujar Sri, Jum’at (29/3/2019) lalu.

 

Dengan ditariknya PMK tersebut, Sri Mulyani mengingatkan, perlakuan perpajakan untuk seluruh pelaku ekonomi tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para pelaku usaha baik e-commerce maupun konvensional yang menerima penghasilan (omzet) melebihi Rp4,8 miliar per tahun dapat memanfaatkan skema pajak final dengan tarif 0,5 persen dari jumlah omzet usaha.

Tags:

Berita Terkait