Pengamat: Terbitnya Perppu Bukti UU Cipta Kerja Tidak Berkualitas
Terbaru

Pengamat: Terbitnya Perppu Bukti UU Cipta Kerja Tidak Berkualitas

Perppu menghambat pembahasan ulang revisi UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya. Untuk itu, pemerintah diminta mencabut Perppu No.2 Tahun 2022 dan segera menindaklanjuti Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Mengingat pelaksanaan Pasal 64 itu akan dilakukan dengan menerbitkan peraturan pemerintah (PP), Timboel menilai peraturan itu akan membuka ruang yang sangat luas bagi pemerintah untuk mengatur, sehingga berpotensi menciptakan ketidakpastian bagi pekerja dan pengusaha. “Harusnya ketentuan yang diatur Perppu tegas seperti UU No.13 Tahun 2003 yang menyebut pekerjaan yang bisa menggunakan mekanisme alih daya adalah pekerjaan yang bersifat penunjang,” ujarnya.

Begitu juga dengan ketentuan upah minimum dimana Perppu merevisi Pasal 88D ayat (2) UU No.11 Tahun 2020 dengan menambah frasa “indeks tertentu.” Penambahan frasa itu menunjukkan formula kenaikan upah minimum yang diatur Pasal 26 PP No.36 Tahun 2021 tidak mampu mendukung daya beli pekerja dan keluarganya seperti yang terjadi dalam penetapan upah minimum tahun 2022. Kenaikan upah minimum tahun 2022 rata-rata 1,09 persen dan tergerus inflasi yang mencapai 5,51 persen.

Menurut Timboel, ketentuan Pasal 88D ayat (2) Perppu Cipta Kerja tidak memberi kepastian bagi pekerja dan pengusaha. Hal itu karena pemerintah menambah Pasal 88F yang intinya mengatur dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formula penghitungan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana Pasal 88D ayat (2). Ketidakpastian ini berpotensi menciptakan protes dari kalangan pengusaha dan serikat pekerja/buruh.

“Seharusnya pemerintah menciptakan kepastian formula kenaikan upah minimum, bukan malah menciptakan potensi konflik tahunan tentang upah minimum,” kritiknya.

Timboel mengusulkan pemerintah mencabut Perppu No.2 Tahun 2022 dan segera menindaklanjuti Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 dengan melibatkan partisipasi publik bermakna dalam membenahi UU No.11 Tahun 2020. Pelibatan publik secara bermakna dan berkualitas itu penting untuk membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Tags:

Berita Terkait