Pengaduan Konstitusional Minta Dimaknai sebagai Pengujian UU
Utama

Pengaduan Konstitusional Minta Dimaknai sebagai Pengujian UU

Majelis meminta Pemohon memikirkan betul mengenai penafsiran MK berwenang mengadili perkara pengaduan konstitusional melalui kewenangan pengujian UU.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Dia menerangkan constitusional complaint pertama kali diterapkan MK Federal Jerman (Bundesverfassungsgerichts). Dia menilai MK Indonesia tertinggal ketimbang MK negara lain karena tidak memiliki mekanisme pengaduan konstitusional. Padahal, dalam negara modern yang demokratis, pengaduan konstitusional merupakan upaya hukum untuk menjaga martabat manusia yang tidak boleh diganggu gugat agar aman dari tindakan kekuasaan negara (kesewenang-wenangan negara).

 

“Jadi, tidak adanya mekanisme pengaduan konstitusional di Indonesia akan mengurangi legitimasi Indonesia sebagai negara hukum modern yang demokratis. Sebab, tidak ada saluran hukum yang dimiliki masyarakat untuk mempertahankan perlakuan penguasa yang diindikasikan melanggar hak asasi manusia yang telah terjamin UUD 1945,” dalihnya.

 

Menurutnya, pengaduan konstitusional merupakan bagian dari pengujian konstitusional (constitutional review). Sedangkan pengujian konstitusional itu sendiri adalah bagian dari mekanisme constitutionalism yang menjadi syarat pertama negara hukum yang demokratis. Dalam pengujian konstitusional memiliki dua fungsi utama.

 

Pertama, menjamin berfungsinya sistem demokrasi dalam hubungan perimbangan peran antara cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Misalnya, mencegah terjadinya penggunaan kekuasaan salah satu cabang kekuasaan negara dengan mengorbankan cabang kekuasaan lain. Ini untuk menjamin tetap bekerjanya prinsip saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances) antar cabang kekuasaan negara.

 

Kedua, melindungi setiap individu warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan oleh lembaga-lembaga negara yang merugikan hak fundamental warga negara yang dijamin konstitusi. Karena itu, seharusnya kewenangan menguji UU terhadap UUD 1945 ditafsirkan dan dimaknai secara luas termasuk juga pengaduan konstitusional melalui PUU. “Jadi, kewenangan MK mengadili dan memutus pengaduan konstitusional tidak bertentangan dengan konstitusi,” kata dia.

 

Dalam petitum permohonannya, Para Pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan Pasal 10 huruf a dan Pasal 30 huruf a UU MK dan Pasal 29 ayat (1) huruf a UU Kekuasaan Kehakiman tetap konstitusional sepanjang frasa “menguji undang-undang” dimaknai “termasuk juga Pengaduan Konstitusional melalui Pengujian Undang-Undang”.

 

Menanggapi permohonan, Majelis Panel Wahiddudin Adams meminta agar permohonan ini dilampirkan alat buktinya dan aturan yang dimohonkan pengujian. Panel lainnya, Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta Pemohon menguraikan keterkaitan antara konsep negara hukum (Indonesia) dengan constitutional complaint. “Coba Anda pikirkan, apakah kalau aturan tersebut dimaknai seperti itu, bukankah nantinya menghilangkan kewenangan Mahkamah dalam menguji UU terhadap UUD 1945?”

Tags:

Berita Terkait