Pengacara Spesialis HAM, Perlu Tapi 'Kering'
Utama

Pengacara Spesialis HAM, Perlu Tapi 'Kering'

Kasus HAM merupakan isu yang kering dimata advokat karena tidak menghasilkan uang. PERADI mestinya peduli.

CRM
Bacaan 2 Menit
Pengacara Spesialis HAM, Perlu Tapi 'Kering'
Hukumonline

 

Kursus HAM yang mulai diselenggarakan sejak tahun 1999 ini menjaring 25 orang peserta setiap tahun. Pesertanya tidak hanya berasal dari kalangan advokat saja. Para pembela HAM non advokat juga mempunyai kesempatan untuk mengikuti kursus ini. Syaratnya, mereka harus terlibat dalam penanganan perkara HAM, seperti melakukan kampanye dan pendampingan terhadap korban HAM.

 

Selain itu, tidak semua advokat dapat mengikuti kegiatan ini. Elsam lebih memprioritaskan advokat yang memberikan pembelaan kepada publik. Kalau lawyer profit kan mencari keuntungan sehingga ada keberpihakan dalam melakukan pembelaan, ujar Triana Dyah, Staff Koordinator Dokumentasi, Informasi, dan Pelatihan Elsam.

 

Namun demikian, tidak semua advokat bisa mengikuti kursus ini.  Menurut Dyah, Elsam sangat ketat dalam menyeleksi peserta. Hanya peserta yang benar-benar mempunyai keberpihakan terhadap pembelaan HAM saja yang dapat diterima. Hal ini dilihat dari kedudukan seseorang di suatu lembaga dan makalah yang dibuat oleh calon peserta. Penyeleksian dilakukan untuk memastikan bahwa pengetahuan yang didapat akan diterapkan dalam membela kasus HAM.

 

Urgensi Pengacara HAM

Menurut Triana Dyah, kedudukan pengacara HAM masih penting di Indonesia, mengingat masih banyaknya terjadi kasus pelanggaran HAM. Apalagi saat ini, masih ada kerancuan berfikir dalam membedakan kasus yang dianggap melanggar HAM dan kasus tindak pidana biasa.

 

Johnson Panjaitan, Ketua PBHI, menambahkan bahwa eksistensi pengacara HAM sangat dibutuhkan karena selama ini advokat tidak memberikan perhatian terhadap kasus HAM. Advokat lebih mementingkan kasus yang komersial, sementara kasus HAM tidak ada duitnya dan tidak populer, tandasnya.

 

Bagi Hendrayana, lulusan kursus 2003, pembelaan terhadap kasus HAM justru merupakan bentuk pengabdian terhadap masyarakat yang tertindas. Pria yang kini menjabat sebagai Direktur Eksekutif LBH Pers itu, sangat merasakan manfaat kursus pengacara yang ingin berspesialisasi bidang HAM. Menurutnya, advokasi kasus HAM mempunyai penanganan yang berbeda dengan kasus lainnya. Pembuktian kasus pelanggaran HAM memerlukan investigasi lebih mendalam.

 

Hendrayana menambahkan, pengetahuan tentang instrumen hukum HAM, baik nasional maupun internasional, yang diberikan pada saat kursus dapat diaplikasikan dalam praktek beracara di pengadilan karena tidak semua pengacara memahami instrumen-instrumen hak asasi. Pengetahuan tersebut sangat menunjang profesinya sebagai pembela kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.

 

Diakui Johnson dan Hendrayana, posisi pengacara HAM masih dipinggirkan. Johnson Panjaitan melihat kursus semacam ini belum mendapatkan tempat di PERADI. Harusnya PERADI memberi perhatian terhadap pengacara HAM karena mereka benar-benar real bekerja untuk masyarakat. PERADI jangan hanya bisa mengurus kursus dan kartu advokat saja, ujarnya.

 

Johnson menambahkan bahwa penyebab kasus HAM tidak tersoroti dengan baik karena ada manipulasi sistem. Peluang untuk mengajukan kasus HAM semakin kecil. Karena orientasi masyarakat masih menganggap kasus HAM terbatas pada pelanggaran HAM berat, padahal pelanggaran HAM dibidang sipil dan poltik masih banyak, apalagi dibidang ekonomi sosial dan budaya.

 

Menurut pasal 7 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, yang termasuk pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan  kejahatan terhadap kemanusiaan. Meski sudah tegas ditentukan dalam perundang-undangan, Johnson menganggap negara masih alergi terhadap hak asasi manusia. Negara lamban dalam membuat kebijakan tentang HAM,  ujarnya.

 

Perlindungan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia memang telah ditegaskan dalam konstitusi. Lebih jauh, perlindungan HAM juga ditegaskan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia. Faktanya, kasus-kasus pelanggaran HAM di Indoneisa nyaris tidak bisa terungkap, siapa pelaku dan siapa yang paling bertanggung jawab. Lagi pula, banyak pengaduan pelanggaran hak asasi manusia yang masuk ke Komnas HAM tidak berujung ke pengadilan.

 

Kehadiran Mahkamah Konstitusi mestinya menjadi ladang baru bagi advokat spesialis HAM untuk unjuk diri. Banyak perkara pengujian undang-undang di sini selalu bermuara pada pasal-pasal mengenai hak asasi manusia. Sidang Mahkamah memberikan peluang baru bagi mereka yang ingin menggeluti advokasi hak asasi manusia.

 

Bisa jadi, kasus-kasus HAM bagi kalangan advokat bukanlah isu yang menarik. Toh, keadaan itu tak membuat Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) berkecil hati. Lembaga ini justru menghimpun dan membangun komunitas human right defender lewat Kursus HAM untuk Pengacara. Tahun ini sudah memasuki Angkatan XI, yang akan berlangsung 10-23 Juni mendatang.  

Halaman Selanjutnya:
Tags: