Pengacara Selebritis dan Tanggung Jawab Profesi
Amrie Hakim*)

Pengacara Selebritis dan Tanggung Jawab Profesi

Ibu rumah tangga dan anak-anak sekarang sangat akrab dengan nama sejumlah pengacara ibukota macam Elza Syarief, Farhat Abbas, Hotman Paris Hutapea, atau Ruhut Sitompul. Fenomena itu tidak mengagetkan karena wajah mereka kerap berseliweran nyaris tiap hari di layar kaca, dari pagi hingga petang.

Bacaan 2 Menit

 

Gambaran-gambaran personalitas (segelintir) pengacara yang kurang baik dalam tayangan televisi itulah yang menjadi kecemasan Sherwin dan Asimow. Pasalnya, akar dari hukum dan praktik hukum tidak pernah lepas dari institusi sosial, politik, ekonomi, dan masyarakat tertentu. Hukum tidak otonom dan tidak bersifat tetap (unchangable). Karena itu, sebagaimana dikatakan Asimow, jika secara umum masyarakat membenci hukum dan pengacara, hal itu akan direfleksikan pada produk perundang-undangan yang dikeluarkan legislatif. Dan yang lebih mengerikan lagi, tambah Asimow, kesediaan publik untuk menggunakan sistem peradilan dan kepercayaan mereka akan supremasi hukum akan menurun jika mereka membenci para pengacara.

 

Sementara, Sherwin prihatin dengan maraknya fenomena pengacara selebritis karena khawatir akan menutupi peran banyak pengacara lain yang selama ini berjuang demi kepentingan masyarakat banyak. Mereka adalah para pengacara yang perjuangannya tidak pernah terendus radar budaya pop. Para pengacara berdedikasi yang masih menjunjung tinggi idealisme argumentasi yang penuh kehati-hatian, keadilan yang setara, dan supremasi hukum di atas godaan uang, kekuasaan, dan kultus selebritas. Para pengacara yang berbicara atas nama kaum miskin dan tak berdaya. Kompleksitas mereka tak terjemahkan ke dalam gambar dan suara yang menghibur.

 

Tanggung jawab profesi

Gambaran masyarakat Indonesia mengenai pengacara mungkin juga tidak jauh berbeda. Selama ini, publik lebih sering melihat sosok pengacara yang berada di belakang para tersangka/terdakwa koruptor, membela kalangan artis,  atau pengacara sebagai kolektor mobil super mewah dan pemilik rumah bak istana nan megah. Segala macam gambaran yang kian menegaskan bahwa pengacara lebih mendekati kegiatan bisnis ketimbang sebuah profesi.

 

Advokat adalah suatu profesi yang nobel dan sebenarnya penuh dengan pengabdian kepada pihak yang lemah (buta hukum), demikian seperti pernah dikatakan seorang pengacara senior (almarhum) Yap Thiam Hien sebagaimana dikutip Arief T. Surowidjojo dalam Tanggung Jawab Profesi Advokat (Hukum, Demokrasi & Etika: Lentera Menuju Perubahan, 2003). Itulah ungkapan perasaan Pak Yap tentang betapa mulianya profesi advokat yang dijalaninya.

 

Kita memang telah lama kehilangan (dan merindukan) sosok pengacara yang dapat dijadikan teladan, seperti Yap Thiam Hien. Kita yakin bahwa saat ini ada banyak pengacara yang sebenarnya dapat menjadi panutan bagi masyarakat, dan juga bagi rekan seprofesi mereka. Mereka adalah para advokat yang sepenuhnya sadar bahwa mereka mempunyai peran dan posisi serta sanggup menggulirkan perubahan-perubahan yang berarti, dan tidak malah menghabiskan waktu mereka dalam kurungan pekerjaaan profesi. Peran (profesi) pengacara semacam ini boleh jadi sangat jauh dari gambaran publik mengenai pengacara sebagaimana mereka saksikan di layar kaca.

 

Asimow percaya bahwa budaya hukum populer (tayangan televisi dan film) merefleksikan opini publik yang telah terbentuk sebelumnya mengenai pengacara. Dia mencermati bahwa persepsi publik mengenai pengacara belakangan ini sangat negatif yang ditunjukkan dari munculnya tokoh-tokoh pengacara yang memegang peranan buruk di dalam film-film Hollywood sejak 1970an. Padahal, pada periode sebelumnya, pengacara kerap digambarkan sebagai sosok yang baik dan jujur, profesional yang kompeten, dan tidak jarang sebagai pahlawan.

 

Untuk kasus Indonesia, gambaran pengacara dalam budaya pop antara lain dapat dilihat dari film berjudul Jatuh Cinta Lagi yang baru-baru ini dirilis. Film ini menceritakan percintaan Lila (diperankan oleh Krisdayanti), pengacara probono yang membela rakyat kecil dan perempuan teraniaya, dengan Andre (Gary Iskak), pengacara jetset yang suka berganti pacar. Dalam film itu kedua tokoh saling berhadapan dalam kasus perceraian artis dangdut Dea Angelia, sebagai klien dari Gatot, dengan pasangannya Gatot yang diwakili Lila. Keduanya berebut hak asuh atas anak mereka.

Halaman Selanjutnya:
Tags: