Penegak Hukum Diminta Serius Tangani Kejahatan Korupsi Sektor SDA
Berita

Penegak Hukum Diminta Serius Tangani Kejahatan Korupsi Sektor SDA

Karena kejahatan lingkungan dan korupsi di sektor SDA potensial merugikan negara miliaran rupiah.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“Kita juga meminta kepala daerah mencabut izin-izin pengelolaan SDA (hutan, tambang, perkebunan) yang telah direkomendasikan oleh KPK,” kata dia.

 

Pihaknya, mengingatkan aparat hukum tidak hanya menyasar individu dan masyarakat sebagai tersangka dalam jenis kejahatan ini seperti yang terjadi dalam banyak kasus.  Akan tetapi, aparat penegak hukum juga menindak korporasi yang diduga terlibat dalam kasus-kasus kejahatan lingkungan dan korupsi di sektor SDA.

 

Anggota Masyarakat Transparansi Aceh (Mata Aceh), Alvian menceritakan pengalaman saat melaporkan kasus lahan tahura di Kabupaten Pidie Aceh seluas 500 Ha yang dijadikan hak milik oleh korporasi. Kasus ini sudah dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan mereka sudah melakukan investigasi ke lapangan dan menemukan adanya penyimpangan.

 

“Namun, hingga saat ini belum ada kelanjutan atas laporan yang dilakukan. Ini menunjukan kurangnya transparan penanganan kasus-kasus yang dilaporkan masyarakat,” kata dia.

 

Hadi melanjutkan Walhi Sumatera Selatan pernah menemukan 5 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang jelas-jelas melanggar aturan dan berada dalam kawasan Hutan Margasatwa Dangku. Salah satunya, PT BTS seluas 3.600 Ha, dimana 1.700 Ha-nya berada dalam Hutan Margasatwa Dangku.

 

Akibat dari pelanggaran ini, hasil analisi Walhi kerugian negara ditaksir mencapai Rp 118,302 miliar. Menurut Hadi, kasus ini telah dilaporkan kepada KPK dan KLHK. Bahkan, KLHK telah melakukan pengambilan titik koordinat di wilayah tersebut. “Namun, lagi-lagi sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari LKHK atapun KPK terhadap kasus yang kami laporkan.”

 

Tak hanya itu, berdasarkan data Walhi Sumatera Barat dari 79 izin usaha pertambangan (IUP), 5 diantaranya memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan dan 21 lainnya tidak memiliki izin. Data ini diperoleh dari hasil overlay (prosedur analisi sistem geografis) antara peta kawasan hutan dengan peta izin usaha pertambangan sesuai amanat Keputusan Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2013.   

 

Tercatat, kawasan hutan tersebut masuk dalam IUP yakni 23.549,7 Ha. Hal ini mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 7,39 miliar dari kewajiban land rent oleh perusahaan. Kasus ini telah dilaporkan ke KPK dan KLHK. Laporan ini telah direspon, namun hingga saat ini belum ada hasil tindak lanjut secara serius.

Tags:

Berita Terkait