Penegak Hukum Diminta Serius Tangani Kejahatan Korupsi Sektor SDA
Berita

Penegak Hukum Diminta Serius Tangani Kejahatan Korupsi Sektor SDA

Karena kejahatan lingkungan dan korupsi di sektor SDA potensial merugikan negara miliaran rupiah.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Sejumlah aktivis lingkungan dan antikorupsi menggelar konperensi pers terkait kondisi penegakan hukum kejahatan lingkungan dan korupsi di sektor SDA di Jakarta, Rabu (26/9). Foto: AID
Sejumlah aktivis lingkungan dan antikorupsi menggelar konperensi pers terkait kondisi penegakan hukum kejahatan lingkungan dan korupsi di sektor SDA di Jakarta, Rabu (26/9). Foto: AID

Banyak kejahatan lingkungan hidup dan korupsi di sektor sumber daya alam (SDA) masih belum dapat ditangani dengan baik. Bahkan, KPK pun belum dapat menangani kejahatan ini secara optimal. Karena itu, beberapa aktvis anti korupsi dan lingkungan mendorong pemerintah, KPK, Kepolisian dan lembaga terkait segera mengambil langkah-langkah konkrit dalam upaya penegakan hukum lingkungan dan pemberantasan korupsi di sektor SDA ini.  

 

Mereka diantaranya, Indonesia Corruption Watch (ICW), Walhi Sumatera Barat, Walhi Bangka Belitung, Walhi Sulawesi Tengah, Masyarakat Transparansi Aceh (Mata Aceh), Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Perkumpulan Lintas Hijau Kalimantan Utara (PLKH), Aliansi Masyarakat Nusantara (Aman) Sumatera Selatan, Kelompok Muda Peduli Hutan Sulawesi Tengah.

 

Anggota Walhi Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko mengatakan KPK dan penegak hukum lainnya sampai saat ini belum dapat menyelesaikan kejahatan lingkungan hidup dan korupsi di sektor ini.  

 

“Apakah kejahatan kerusakan lingkungan hidup tidak menimbulkan kerugian negara? Padahal, secara tidak langsung korupsi dalam kejahatan lingkungan hidup ini juga bisa menimbulkan kerugian negara dan berdampak pada kelangsungan hidup sebuah negara. Karena itu, perlu terobosan oleh pemerintah dan penegak hukum untuk menangani kasus-kasus kejahatan sektor ini,” kata Hadi dalam jumpa pers di Hotel Oria Jakarta, Rabu (26/9/2018). Baca Juga: Bakal Terbit Aturan yang Melindungi Aktivis Lingkungan Hidup

 

Ia mengusulkan perlu adanya sistem pelaporan dan unit pengaduan di setiap lembaga/kementerian terkait dan lembaga penegak hukum agar proses penanganan dugaan kasus-kasus sektor SDA ini dapat ditangani secara transparan dan dapat dipantau tindak lanjutnya. Perangkat lembaga negara ini menggunakan pendekatan multidoor sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

“Penegak hukum harus lebih serius dalam menindaklanjuti laporan kasus kejahatan lingkungan dan korupsi di sektor SDA dengan melibatkan masyarakat sipil atau LSM yang biasanya melaporkan kasus seperti ini,” kata dia.

 

Menurutnya, kasus tindak pidana kejahatan terhadap lingkungan yang juga berpotensi merugikan negara seharusnya dianggap sebagai kejahatan luar biasa, seperti, kasus korupsi pada umumnya. Selain itu, perlu adanya peradilan khusus kejahatan lingkungan hidup yang terpisah dari peradilan umum. “Hal ini perlu didorong agar lebih fokus menangani kasus lingkungan hidup,” harapnya.

 

“Kita juga meminta kepala daerah mencabut izin-izin pengelolaan SDA (hutan, tambang, perkebunan) yang telah direkomendasikan oleh KPK,” kata dia.

 

Pihaknya, mengingatkan aparat hukum tidak hanya menyasar individu dan masyarakat sebagai tersangka dalam jenis kejahatan ini seperti yang terjadi dalam banyak kasus.  Akan tetapi, aparat penegak hukum juga menindak korporasi yang diduga terlibat dalam kasus-kasus kejahatan lingkungan dan korupsi di sektor SDA.

 

Anggota Masyarakat Transparansi Aceh (Mata Aceh), Alvian menceritakan pengalaman saat melaporkan kasus lahan tahura di Kabupaten Pidie Aceh seluas 500 Ha yang dijadikan hak milik oleh korporasi. Kasus ini sudah dilaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan mereka sudah melakukan investigasi ke lapangan dan menemukan adanya penyimpangan.

 

“Namun, hingga saat ini belum ada kelanjutan atas laporan yang dilakukan. Ini menunjukan kurangnya transparan penanganan kasus-kasus yang dilaporkan masyarakat,” kata dia.

 

Hadi melanjutkan Walhi Sumatera Selatan pernah menemukan 5 perusahaan perkebunan kelapa sawit yang jelas-jelas melanggar aturan dan berada dalam kawasan Hutan Margasatwa Dangku. Salah satunya, PT BTS seluas 3.600 Ha, dimana 1.700 Ha-nya berada dalam Hutan Margasatwa Dangku.

 

Akibat dari pelanggaran ini, hasil analisi Walhi kerugian negara ditaksir mencapai Rp 118,302 miliar. Menurut Hadi, kasus ini telah dilaporkan kepada KPK dan KLHK. Bahkan, KLHK telah melakukan pengambilan titik koordinat di wilayah tersebut. “Namun, lagi-lagi sampai saat ini belum ada tindak lanjut dari LKHK atapun KPK terhadap kasus yang kami laporkan.”

 

Tak hanya itu, berdasarkan data Walhi Sumatera Barat dari 79 izin usaha pertambangan (IUP), 5 diantaranya memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan dan 21 lainnya tidak memiliki izin. Data ini diperoleh dari hasil overlay (prosedur analisi sistem geografis) antara peta kawasan hutan dengan peta izin usaha pertambangan sesuai amanat Keputusan Menteri Kehutanan No. 35/Menhut-II/2013.   

 

Tercatat, kawasan hutan tersebut masuk dalam IUP yakni 23.549,7 Ha. Hal ini mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 7,39 miliar dari kewajiban land rent oleh perusahaan. Kasus ini telah dilaporkan ke KPK dan KLHK. Laporan ini telah direspon, namun hingga saat ini belum ada hasil tindak lanjut secara serius.

Tags:

Berita Terkait