Pendeta ‘Gugat’ Aturan Perceraian dalam UU Perkawinan
Utama

Pendeta ‘Gugat’ Aturan Perceraian dalam UU Perkawinan

Pemohon diminta melihat kembali pasal tersebut dan PP Nomor 9 Tahun 1975 terkait tata cara pelaksanaan perceraian dan mengkaitkan dengan kerugian yang dialami Pemohon.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Aturan Perceraian

Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Suhartoyo menilai pasal itu bersifat universal. Menurut Suhartoyo, perubahan pada pasal tersebut berdampak pada konstruksi pasal itu sendiri. Sebab, dalam Pasal 39 ayat (3) menyatakan perceraian di pengadilan ada syarat tentang tata cara pelaksanaan pendamaian kedua belah pihak.

 

“Jadi sebenarnya siapapun yang bercerai akan terkena syarat-syarat yang mengatur tata caranya. Saya di sini ingin berilustrasi, apa kira-kira konsep ini tepat diajukan? Apabila melihat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 di dalamnya memuat secara teknis aturan pelaksanaan perceraian yang dimaksud,” terang Suhartoyo. 

 

Sedangkan Hakim Konstitusi Enny mengingatkan Pemohon agar menguraikan secara lebih terperinci mengenai kedudukan hukum (legal standing) yang dikaitkan pula dengan kerugian hak konstitusional Pemohon selaku pemuka agama yang berperan mewujudkan kehidupan selaras dan seimbang dalam kehidupan beragama.

 

Enny menyarankan Pemohon agar membaca kembali dengan seksama pasal tersebut dan mengaitkan dengan kerugian yang dialami Pemohon. Enny juga menuturkan, perceraian sebenarnya suatu hal yang tidak mudah karena ada beberapa hal yang perlu dilewati sebelum menuju pada perceraian. 

 

Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams juga meminta Pemohon untuk mendalami juga PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974. Dalam PP tersebut memuat secara teknis aturan pelaksanaan perceraian. “Sehingga Pemohon dapat melihat kesesuaian masalah konseling di gereja, menjadi hal penting bagi jemaat sebelum memutuskan perceraian,” kata Wahiduddin.

Tags:

Berita Terkait