Pencantuman Dissenting Opinion Tidak Sesuai Undang-undang
Utama

Pencantuman Dissenting Opinion Tidak Sesuai Undang-undang

Pencantuman dissenting opinion yang dibuat oleh Abdul Rahman Saleh terhadap putusan kasasi Akbar Tandjung dinilai tidak mengikuti ketentuan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman. Seharusnya, dissenting opinion itu tidak sekadar menjadi lampiran di luar putusan, namun menjadi satu bagian yang utuh dari putusan.

Amr
Bacaan 2 Menit
Pencantuman <i>Dissenting Opinion</i> Tidak Sesuai Undang-undang
Hukumonline

 

Zain mengatakan bahwa bagian-bagian yang seharusnya dijadikan lampiran di luar putusan adalah pendapat-pendapat hakim yang berbeda sebelum dilakukannya permusyawaratan hakim. Sedangkan, dissenting opinion yang dibuat Abdul Rahman merupakan perbedaan pendapat yang terjadi setelah permusyawaratan hakim. Oleh karenanya, pendapat itu seharusnya dimuat di dalam putusan.

 

"Jadi, misalnya lima hakim pada waktu akan bermusyawarah memberikan pendapat tertulis yang mungkin berbeda-beda. Lalu, pendapat yang belum dimusyawarahkan itu menjadi bagian dari putusan. Jadi, dilampirkan merupakan bagian dari putusan," jelas politisi PPP ini.

 

Lebih jauh, Zain juga mengatakan bahwa dissenting opinion yang terjadi setelah permusyawaratan hakim tidak perlu diatur lewat peraturan Mahkamah Agung (Perma). Menurutnya, yang seharusnya diatur dalam perma adalah mengenai tata cara pencantuman pendapat hakim yang berbeda sebelum terjadi permusyawaratan hakim.

 

Sebelumnya, Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan mengatakan bahwa Mahkamah Agung akan membuat peraturan untuk mengatur mengenai dissenting opinion dalam putusan hakim sebagaimana diamanatkan oleh UU Kekuasaan Kehakiman maupun perubahan UU No 14 Tahun 1985 tentang MA.

Seperti telah disinyalir oleh hukumonline, pencantuman dissenting opinion atau pendapat yang berbeda yang dibuat oleh hakim agung Abdul Rahman Saleh oleh majelis hakim agung tidak sesuai dengan yang digariskan undang-undang. Paling tidak, penilaian itulah yang dikatakan oleh Ketua Badan Legislasi DPR Zain Badjeber.

 

"Saya agak bertanya-tanya kok dissenting opinion dibacakan di luar putusan? Artinya, seolah-olah menjadi lampiran putusan. Kalau menurut Pasal 19 UU Kekuasan Kehakiman yang baru, itu bukan dilampirkan tapi bagian daripada putusan. Artinya, masuk di dalam putusan," tegas Zain saat dihubungi hukumonline.

 

Wajar jika Zain mengemukakan penilaian tersebut, mengingat ia merupakan orang yang sebelumnya memimpin pembahasan RUU Kekuasaan Kehakiman di Baleg DPR. Seperti diberitakan sebelumnya, dalam menjatuhkan putusan untuk membebaskan Akbar ini, ada perbedaan pendapat diantara anggota majelis hakim.

 

Empat dari lima majelis hakim agung, masing-masing Parman Suparman, Arbijoto, Muchsin, dan Paulus E. Lotulung sebagai ketua majelis, menghadiahkan putusan bebas untuk Akbar. Sementara, Abdul Rahman dalam dissenting opinion-nya menyatakan bahwa Akbar terbukti bersalah.

 

Tak perlu Perma

Namun, Zain yang mantan hakim ini melihat ada yang tidak beres dalam proses pencantuman dissenting opinion tersebut dalam putusan. Cara pencantuman dissenting opinion tersebut di mata Zain tetap janggal, sekalipun ketua majelis menyatakan bahwa pendapat berbeda yang dibuat Abdul Rahman merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam putusan.

Tags: