Pemohon Pengujian UU Dikti Dinilai Tak Fokus
Berita

Pemohon Pengujian UU Dikti Dinilai Tak Fokus

Terkesan hanya coba-coba karena semua pasal dihantam.

ASH
Bacaan 2 Menit

Dia khawatir jika materi permohonan tetap tidak jelas atau kabur (obscuur) seperti ini, permohonannya akan sia-sia. Karena itu, ia meminta pemohon merombak permohonan ini.

“Sebaiknya Saudara mereformulasi ulang permohonan dalam waktu 14 hari, kalau tidak itu hak Saudara,” sarannya. “Legal standing pemohon seharusnya langsung saja mengatasnamakan BEM, tidak perlu masing-masing pemohon menguraikan argumentasinya.”

Anggota panel hakim, Ahmad Fadlil Sumadi mengingatkan agar pengujian undang-undang ini jangan dijadikan praktik bersidang. Akan tetapi, pengujian undang-undang ini benar-benar ada hak konstitusional mahasiswa yang dilanggar/terganggu. “Saya melihat ada kesan hanya coba-coba karena melihat substansi permohonan semua pasal ‘dihantam’, tidak fokus konstitusionalitas norma yang merugikan Saudara itu dimana?” kritik Fadlil.     

Fadlil menyarankan agar para pemohon fokus terhadap norma yang benar-benar merugikan mahasiswa disertai alasan yang jelas. Sebab, materi permohonan belum menguraikan kerugian konstitusional pemohon.

“Mulailah dengan fokus, Saudara belum menjelaskan kerugian konstitusional dengan berlakunya undang-undang itu. Misalnya, kerugian itu akan hilang jika pasal-pasal itu dibatalkan, coba ini dipikirkan,” sarannya.

Permohonan juga harus menguraikan pasal-pasal yang diuji bertentangan dengan konstitusi. “Saudara juga harus memikirkan akibat yang muncul kalau pasal itu dihapuskan. Misalnya, Pasal 50 itu kontruksinya apa dan bertentangan dengan UUD 1945 itu bagaimana? Jadi itu harus dijelaskan dimana letak ketidakadilannya Pasal 50 itu.”  

Selain itu, kata Fadlil, para pemohon harus memastikan permohonan ini diajukan perorangan atau mengatasnamakan BEM. “Kalau sebagai perorangan, kenapa BEM ditulis? Ini harus Saudara pastikan karena konstruksi hukumnya berbeda,” sarannya.  

Sebelumnya, Majelis Panel yang sama juga menyidangkan pengujian UU yang sama yang dimohonkan enam mahasiswa Universitas Andalas (Unand) yang tergabung dalam Forum Peduli Pendidikan (FPP) yaitu M. Nurul Fajri, Candra Feri Caniago, Depitriadi, Roky Septiari, Armada Pransiska, dan Agid Sudarta Pratama. Mereka mempersoalkan Pasal 65, Pasal 73, Pasal 74, Pasal 86, Pasal 87 UU Dikti.

Mereka menilai pemberlakuan UU Diktimengakibatkan biaya pendidikan tinggi menjadi mahal yang berorientasi pasar, sehingga sulit diakses masyarakat kurang mampu. Modal menjadi mitra utama penyelenggaraan pendidikan tinggi karena pemerintah mereduksi perannya, sehingga menimbulkan diskriminatif.

Tags: