Pemerintah Inkonsisten Mengatur Larangan Ekspor Tambang
Berita

Pemerintah Inkonsisten Mengatur Larangan Ekspor Tambang

Tiga kebijakan pemerintah yang dibuat saling bertentangan satu sama lain.

FNH
Bacaan 2 Menit
Pemerintah inkonsisten mengatur larangan ekspor tambang. Foto: ilustrasi (Sgp)
Pemerintah inkonsisten mengatur larangan ekspor tambang. Foto: ilustrasi (Sgp)

Kebijakan pemerintah mengatur ekspor tambang mineral di Indonesia dinilai keputusan yang tepat. Apalagi, pemerintah telah menyiapkan rencana hilirisasi tembang yang tentunya akan memberikan dampak  lebih baik ketimbang hanya mengekspor bahan mentah mineral saja. Namun, kebijakan yang dinilai baik ini menimbulkan pertanyaan ketika pemerintah terlihat tidak konsisten dalam mengatur larangan ekspor tambang mineral ini. Buktinya, muncul beberapa Peraturan Menteri (Permen) yang saling bertentangan.

“Pertentangan ini dilihat dari beberapa Permen yang muncul,” ujar anggota Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Hendra Sinadia dalam diskusi yang diadakan hukumonline, di Jakarta, Kamis (31/5).


Hendra mengatakan, inkonsistensi pemerintah dapat dilihat dari terbitnya Permendag No.29 Tahun 2009 tentang Ekspor Barang Tambang serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.75 Tahun 2012 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Dua peraturan ini terbit sebagai tindak lanjut dari Permen ESDM No.7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.


“Tetapi faktanya, ada beberapa aturan yang terdapat di dalam dua peraturan tersebut yang bertentangan dengan Permen ESDM No. 7Tahun 2012,” tuturnya.


Hendra mencontohkan, dalam Permen ESDM dijelaskan bahwa pelarangan ekspor hanya berlaku bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), namun di dalam Permendag No.29 Tahun 2012, pemegang Kontrak Karya wajib memiliki ET-Pertambangan sebagai syarat untuk melakukan ekspor mineral. Sementara untuk mendapatkan ET-Pertambangan tersebut, pihak eksportir terlebih dahulu harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian ESDM yang berisi beberapa syarat yang telah ditentukan oleh Kementerian ESDM. Menurutnya, hal ini tidak sinkron.


Inkonsistensi pemerintah lainnya terlihat dari PMK No. 75 Tahun 2012 yang menjelaskan 65 barang mineral terkena bea keluar jika hanya menjual bijih mineral tanpa diolah terlebih dahulu. Padahal,  di dalam Permen ESDM No. 7 Tahun 2012, barang tambang yang dilarang ekspor hanya 14 jenis saja.


Hendra menilai, seharusnya dua peraturan ini merujuk kepada Permen ESDM N0. 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Permen ESDM No. 7 Tahun 2012. Soalnya, Permen ESDM No. 11 tahun 2012 merupakan Permen yang terbit karena adanya perubahan Permen ESDM No. 7 Tahun 2012.

Tags: