Pemerintah Diminta Laksanakan Putusan Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Utama

Pemerintah Diminta Laksanakan Putusan Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Dengan dibatalkannya kenaikan iuran BPJS Kesehatan dalam Perpres No. 75 Tahun 2019, berarti kembali pada ketentuan tarif iuran sebelumnya.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

Pasal 34 Perpres 75/2019

Pasal 34 Perpres 82/2018

Rp42.000,00 untuk pelayanan Kelas III

Rp25.500,00 untuk pelayanan Kelas III

RpRp110.000,00 untuk pelayanan Kelas II

Rp51.000,00 untuk pelayanan Kelas II

Rp160.000,00 untuk pelayanan Kelas I

Rp80.000,00 untuk pelayanan Kelas I

 

Sementara itu, Kuasa Hukum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Rusdianto Matulatuwa merasa bersyukur atas dibatalkannya kenaikan iuran BPJS oleh MA. Sebab, keputusan menaikkan iuran BPJS itu adalah kebijakan yang sulit diubah.Tapi, pihaknya berpikir saat itu bahwa kenaikan BPJS memang melanggar kaidah-kaidah di BPJS Kesehatan itu sendiri.

 

“Dengan dibatalkannya iuran bulanan BPJS dalam PP No. 75 Tahun 2019 ini, berarti kembali pada ketentuan tarif iuran sebelumnya. Jangan lagi pemerintah menunda-nunda pelaksanaan putusan MA ini. Segeralah secepatnya dilaksanakan putusan ini,” kata Rusdi saat dihubungi, Senin (9/3/2020).

 

Dia menjelaskan pemohon sudah melakukan prosedur hukum yang berlaku. Dia meminta pemerintah jangan melakukan intrik-intrik untuk tidak melaksanakan putusan MA ini karena KPCDI sangat terbebani dengan iuran ini dan mereka harus tetap melakukan cuci darah.

 

Dalam dalil permohonannya, Rusdianto Matulatuwa mengatakan pasien cuci darah dan ginjal umumnya warga negara yang perekonomiannya menengah ke bawah (peserta BPJS mandiri) yang belum terdaftar sebagai peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Sebab, selama hidupnya sudah bertahun-tahun mereka tidak produktif untuk mencari nafkah.

 

“Aturan ini sangat memberatkan, kami menganggap Perpres ini perlu dievaluasi lagi dan dibatalkan,” kata Rusdianto.

 

Dia menerangkan jaminan sosial yang mencakup penyelenggaraan jaminan kesehatan yang terjangkau merupakan hak asasi manusia (HAM) yang seharusnya dijamin pemerintah sesuai amanat UUD Tahun 1945. Menurutnya, kewajiban negara untuk menjamin kesehatan warga negaranya sesuai amanat UU ternyata telah beralih menjadi kewajiban warga negara guna menjamin kesehatannya sendiri dan kesehatan warga negara lainnya yang ditanggung secara gotong royong.

Tags:

Berita Terkait