Pemerintah Cermati Isu Fleksibilitas di Bidang Ketenagakerjaan
Utama

Pemerintah Cermati Isu Fleksibilitas di Bidang Ketenagakerjaan

Perkembangan sektor ketenagakerjaan saat ini mengarah pada fleksibilitas, antara lain mengenai tempat kerja, jam kerja, dan keberlanjutan kerja. Tapi kalaupun menjadi fleksibel, sektor ketenagakerjaan tetap harus fokus mengatur perlindungan dan kesejahteraan pekerjanya.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Direktur Diseminasi dan Penguatan Hak Asasi Manusia Suparno mengingatkan norma ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia harus mengacu standar internasional. Misalnya, ada sejumlah konvensi terkait ketenagakerjaan dan sebagian sudah diratifikasi melalui sejumlah regulasi. Ada juga ketentuan mengenai pedoman bisnis dan HAM yang intinya mengatur tiga hal. Pertama, negara wajib memberi perlindungan. Kedua, korporasi harus menghormati nilai-nilai HAM. Ketiga, pemulihan atau remedy.

 

“Atas dasar itu, korporasi sejak didirikan sampai beroperasi harus bersih, artinya tidak boleh melakukan pengabaian terhadap HAM. Ketika ada praktik korporasi yang tidak selaras dengan HAM, maka harus ada pemulihan,” kata Suparno dalam kesempatan yang sama.

 

Perlu antisipasi

Guru Besar Universitas Krisnadwipayana Payaman Simanjuntak menjelaskan revolusi industri 4.0 merupakan kelanjutan revolusi industri sebelumnya yang ditandai dengan perkembangan teknologi robot, otomatisasi, internet dan digitalisasi. Dampak yang ditimbulkan akibat revolusi industri 4.0 ini antara lain dibutuhkan regulasi yang fleksibel. Fleksibilitas itu meliputi lokasi kerja, jam kerja, dan upah.

 

Selain itu, ada unsur dalam perjanjian kerja yang berubah misalnya terkait hak dan kewajiban antara pekerja dan pemberi kerja. Selain fleksibilitas, Payaman menyebut perkembangan teknologi menuntut tenaga kerja memiliki keterampilan yang mampu mengoperasikan teknologi tersebut. Ini menyebabkan banyak tenaga kerja diganti oleh mesin berteknologi, sehingga pemerintah harus mengantisipasi potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).

 

“Kewajiban pengusaha selaku pemberi kerja menginformasikan rencana PHK dan penerapan teknologi kepada pemerintah, sehingga pemerintah bisa melakukan antisipasi. Ini penting agar PHK tidak menimbulkan masalah sosial (yang lebih luas),” kata Payaman.

 

Menurut Payaman, pemerintah juga perlu mengantisipasi untuk menyediakan akses lapangan pekerjaan bagi pekerja yang mengalami PHK. Dia mengingatkan fleksibilitas ketenagakerjaan tidak bisa diterapkan secara serta merta (otomatis) untuk seluruh sektor industri. Seperti sektor manufaktur, perubahan menuju fleksibilitas akan lebih lambat daripada sektor jasa dan transportasi.

 

Bagi Payaman, perkembangan teknologi merupakan keniscayaan yang harus disikapi bersama secara bijak. Jika pengusaha tidak bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi akan kalah bersaing. Sekalipun menjadi fleksibel, sektor ketenagakerjaan tetap harus fokus mengatur perlindungan dan kesejahteraan pekerjanya. Karena itu, istilah (moto) yang berlaku sekarang bukan pekerja tetap, tapi “tetap bekerja dan memiliki penghasilan yang tetap.”

Tags:

Berita Terkait