Pemerintah: Pengaturan Organisasi Advokat Konstitusional
Berita

Pemerintah: Pengaturan Organisasi Advokat Konstitusional

Pemerintah mengakui dalam hal kewenangan membuat kode etik, menguji, mengawasi, dan memberhentikan advokat, sesuai Pasal 26 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) huruf f, Pasal 2 ayat (2), Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 9 ayat (1) UU Advokat, secara resmi kewenangan tersebut telah menjadi kewenangan Peradi yang telah terbentuk.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

“Namun kewenangannya sebagai organisasi profesi advokat, dalam hal kewenangan membuat kode etik, menguji, mengawasi, dan memberhentikan advokat, sesuai Pasal 26 ayat (1), Pasal 3 ayat (1) huruf f, Pasal 2 ayat (2), Pasal 12 ayat (1), dan Pasal 9 ayat (1) UU Advokat, secara resmi kewenangan tersebut telah menjadi kewenangan Peradi yang telah terbentuk,” ungkap Ninik.

 

Pemerintah menegaskan, kedelapan organisasi advokat pendiri Peradi tetap memiliki kewenangan selain kewenangan yang telah menjadi kewenangan Peradi. Karena itu, lanjut Ninik, tidak dapat dikatakan bahwa Pasal 28 ayat (1) UU Advokat meniadakan eksistensi kedelapan organisasi yang karenanya melanggar prinsip kebebasan berserikat dan berkumpul, sebagaimana diatur UUD RI Tahun 1945 (Putusan Mahkamah Nomor 19/PUU-I/2003).

 

“Dengan demikian, dalil Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 28 ayat (1) UU Advokat bertentangan dengan UUD Tahun 1945 tidak beralasan,” kata Ninik.

 

Dia mengakui Pasal 1 angka 4, Pasal 2 ayat (1) dan (2) maupun sejumlah pasal-pasal lain dalam UU Advokat sepanjang frasa “organisasi advokat” tidak memenuhi syarat konstitusionalitas norma hukum yang baik, yang memiliki karakter jelas, padat dan lengkap.

 

Alasan para pemohon, faktanya frasa “organisasi advokat” telah dimanipulasi oleh berbagai pihak. Hal ini memungkinkan munculnya berbagai organisasi advokat yang mengklain dirinya seolah-olah sah dan berwenang menjalankan organisasi advokat yang diatur UU Advokat. Seperti, Persatuan Advokat Indonesia Indonesia (Peradin), Perhimpunan Advokat Republik Indonesia (Peradri), Kongres Advokat Indonesia Indonesia (KAI), dan lain-lain.

 

Misalnya, KAI yang telah mengklaim dirinya seolah-olah sah melaksanakan wewenang dalam UU Advokat, seperti menyelenggarakan pendidikan calon advokat, mengangkat advokat, permohonan pengambilan sumpah advokat ke pengadilan tinggi, merekrut anggota, pengawasan dan menjatuhkan sanksi etik kepada advokat. Hal ini diaturPasal 10 huruf a Akta Pendirian Organisasi Kongres Advokat Indonesia, yang tidak benar dan tidak berdasar secara konstitusional.

 

Para pemohon meminta kepada Mahkamah agar mengabulkan permohonannya dengan menyatakan frasa “organisasi advokat” dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai Peradi merupakan satu-satunya organisasi profesi advokat yang berwenang melaksanakan UU Advokat, dalam hal ini Peradi. Namun, organisasi advokat yang tidak melaksanakan wewenang dalam UU Advokat, boleh banyak. 

Tags:

Berita Terkait