Pemerintah Kritik Substansi RUU Lembaga Kepresidenan
Utama

Pemerintah Kritik Substansi RUU Lembaga Kepresidenan

Pemerintah melontarkan sejumlah kritik terkait dengan RUU Lembaga Kepresidenan. Substansi dalam RUU tersebut mengenai keharusan Presiden untuk meminta persetujuan DPR ketika membentuk kabinet, menurut pemerintah, sukar diterima logika.

Amr
Bacaan 2 Menit
Pemerintah  Kritik  Substansi RUU Lembaga Kepresidenan
Hukumonline

RUU Lembaga Kepresidenan

Pasal 25

(1)   Presiden mempunyai wewenang membentuk, menggabungkan, atau menghapuskan departemendan/atau kementrian.

(2)   Pelaksanaan wewenang Presiden sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah memperoleh persetujuan DPR.

Mengenai belum adanya penunjukan menteri oleh Presiden untuk membahas RUU Lembaga Kepresidenan, Bambang hanya mengatakan bahwa RUU tersebut sudah ada dalam jadwal kegiatan Presiden.

Sebelumnya, anggota Komisi I dari Fraksi PPP Aisyah Amini menekankan mengenai pentingnya keberadaan RUU Lembaga Kepresidenan menjelang pemilu presiden dan wakil presiden pada September 2004 mendatang. Ia berharap UU Lembaga Kepresidenan sudah ada sebelum pemilu.

Hal yang sama juga dikemukakan anggota Fraksi PPP lainnya Arief Mudatsir. Bahkan, Arief menyarankan agar Setneg tidak membuat pembahasan RUU tersebut berlarut-larut sehingga bisa menimbulkan spekulasi politik yang negatif.

"Kalau ini tidak diselesaikan dengan baik saya khawatir justeru ini menimbulkan imej yang negatif terhadap lembaga kepreidenan selain memang kebutuhan soal RUU tentang kepresidenan ini sangat mendesak," cetus Arief.

Menteri Negara Sekretaris Negara Bambang Kesowo berkomentar soal RUU Lembaga Kepresidenan. Menurut Bambang, substansi RUU yang berasal dari DPR itu 60 persennya hanyalah mengulang ketentuan yang terdapat dalam UUD 1945. Hal demikian diungkapkan Bambang saat melakukan pertemuan dengan Komisi I DPR, pada Senin (9/02). "Saya inventarisasi lebih dari 60 persen dalam RUU (Lembaga Kepresidenan, red) itu sebetulnya pengulangan dari apa yang ada di UUD 1945," cetus Bambang.

Selanjutnya, Bambang juga mengkritisi substansi tertentu dalam RUU Lembaga Kepresidenan. Materi yang ia soroti adalah soal kewajiban presiden untuk meminta persetujuan DPR ketika akan membentuk, menggabungkan, atau menghapuskan departemen dan kementerian.

Kewenangan untuk membentuk departemen atau kementrian, menurut Bambang, merupakan kewenangan Presiden sebagai eksekutif. Oleh karena itu, ia menilai keharusan presiden untuk meminta persetujuan DPR saat akan membentuk menggabungkan, atau menghapuskan departemen dan kementrian, sukar diterima logika.

"Presiden menawarkan programnya, kemudian dia harus melaksanakan programnya itu, dia yang tahu organisasinya bagaimana. Lha, kalau diikat begitu bagaimana? Dalam konteks checks and balance itu timbul problem," tegas Bambang.

Tags: