Pemecatan 51 Pegawai KPK, Dinilai Bentuk Abai terhadap Putusan MK
Terbaru

Pemecatan 51 Pegawai KPK, Dinilai Bentuk Abai terhadap Putusan MK

​​​​​​​MK menegaskan bahwa dengan adanya pengalihan status tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apapun di luar desain yang telah ditentukan tersebut.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Ketiga, kebijakan Pimpinan KPK untuk memasukkan TWK dalam Peraturan KPK 1/2021 telah melanggar kode etik. Merujuk pada Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi, terdapat banyak ketentuan yang saling bertentangan. Mulai poin integritas, sinergi, keadilan, profesionalisme, dan kepemimpinan.

“Berlandaskan pada pelanggaran itu, maka beberapa waktu lalu sejumlah pegawai KPK melaporkan seluruh Pimpinan KPK ke Dewan Pengawas,” ujarnya.

Keempat, konsep TWK terlihat ahistoris dengan kondisi sebenarnya. Kelima, pernyataaan pimpinan KPK dan Kepala BKN patut dianggap sebagai upaya pembangkangan atas perintah Presiden Joko Widodo. Sebab, beberapa waktu lalu presiden telah menegaskan bahwa TWK tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan sejumlah pegawai KPK. Namun, faktanya dua lembaga itu malah menganggap pernyataan Presiden sebagai angin lalu semata.

Merujuk Pasal 25 ayat (1) UU No.5 Tahun 2014  menyebutkan, “Presiden selaku pemegang kekuasaan pemerintahan merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan Manajemen ASN”. Apalagi sejak KPK masuk dalam rumpun eksekutif, tak ada alasan bagi dua  lembaga tersebut menerbitkan kebijakan adminsitratif yang bertolak belakang dengan pernyataan presiden.

Keenam, keputusan memberhentikan 51 pegawai KPK terkesan terburu-buru tanpa didahului dengan melakukan mekanisme evaluasi secara menyeluruh atas penyelenggaraan TWK.  Ketujuh, patut diduga ada sejumlah kelompok yang bersekongkol dengan Pimpinan KPK untuk memberhentikan pegawai-pegawai KPK. Indikasi ini menguat tatkala para pendengung (buzzer) memenuhi media sosial dan diikuti pula dengan upaya peretasan kepada pihak-pihak yang mengkritisi TWK.

“Namun, isu yang dibawa oleh para buzzer terlihat usang dan tidak pernah bisa menunjukkan bukti konkret, misalnya tuduhan taliban dan radikalisme di KPK,” pungkasnya.

Lapor ke presiden

Wakil Ketua KPK  Nurul Ghufron mengatakan bakal melapor ke Presiden Joko Widodo soal keputusan final terkait nasib 75 pegawai yang tak lolos TWK. Menurutnya Presiden Jokowi telah memberi arahan, termasuk berdiskusi dengan para pembantu presiden. “Meski begitu setelah selesai ini semua kami pada saarnya akan melaporkan ke presiden,” ujarnya sebagiamana dikutip dari laman Antara.

KPK telah menggelar rapat koordinasi membahas nasib 75 pegawai yang tak lulus TWK dengan BKN, Kemenpan-RB, Kemenkumham, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Lembaga Adminsitrasi Negara (LAN) serta sejumlah asesor dalam TWK. Hasilnya memutuskan 24 dari 75 pegawai masih dimungkinkan dibina sebelum diangkat menjadi ASN.

Sementara 51 pegawai lainnya tak memungkinkan dibina berdasarkan penilaian asesor. Kenddati begitu, 51 pegawai itu masih berada di KPK hingga November 2021, kendati statusnya non aktif dan berujung pemberhentian. Ia mengklaim tidak melihat nama-nama ke-75 pegawai itu dan berupaya mengatrol indikator.

“Harapannya 75 itu bisa kembali jadi ASN semua, itu yang kami perjuangkan tapi setelah dibuka ada beberapa 'item' ada yang merah, kuning, hijau, yang kuning dan hijau jadi 24 ada yang bisa dibina,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait