Pemberhentian Kasus Rolls-Royce di Inggris dan Dampaknya Terhadap KPK
Berita

Pemberhentian Kasus Rolls-Royce di Inggris dan Dampaknya Terhadap KPK

Penghentian kasus hanya terhadap individu, sementara Rolls-Royce secara korporasi sudah dihukum denda.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

SFO Hentikan Kasus?

Dilansir BBC, Penghentian investigasi oleh SFO diinformasikan pada Februari 2019 karena tidak cukup bukti atau tidak ada kepentingan umum yang menjadi penyebab dilanjutkannya investigasi. Hal itu dikatakan Direktur SFO Lisa Osofsky dalam keterangannya yang ditulis BBC.

"Setelah pemeriksaan yang luas dan hati-hati, saya telah menyimpulkan bahwa ada bukti yang tidak cukup untuk memberikan prospek yang realistis atau tidak ada kepentingan umum untuk mengajukan tuntutan dalam kasus-kasus ini. Dalam kasus Rolls-Royce, penyelidikan SFO menyebabkan perusahaan mengambil tanggung jawab atas perilaku korup yang mencakup tiga dekade, tujuh yurisdiksi dan tiga bisnis, yang membayar denda sebesar 497,25 juta pound sterling," ujar Lisa.

SFO sebelumnya menemukan adanya konspirasi untuk tindak korupsi dan suap oleh Rolls-Royce di Cina, India dan pasar-pasar lainnya termasuk Indonesia. Korporasi tersebut dijatuhi denda sebesar Rp11 triliun dengan rincian Rp8,1 triliun kepada SFO, Rp2,2 triliun ke Departemen Kehakiman AS dan sisanya Rp346 miliar kepada regulator Brazil.

Untuk kasus di Indonesia, para staf senior Rolls-Royce setuju memberikan AS$2,2 juta (atau sekitar Rp26 miliar) dan sebuah mobil Rolls-Royce Silver Spirit bagi seorang perantara. Ada dugaan kuat bahwa pemberian ini adalah imbalan bagi sang perantara yang "menunjukkan kecenderungan menguntungkan" untuk Rolls-Royce sehubungan kontrak untuk mesin Trent 700 yang digunakan dalam pesawat terbang.

KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Emirsyah Satar (ESA) sebagai tersangka. Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, Emirsyah diduga menerima suap terkait dengan pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia.

"Setelah melakukan penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup adanya dugaan tindak pidana korupsi suap terkait dengan pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.S dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia (Persero)," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis 19 Januar 2017 lalu.

Selain Emirsyah, KPK juga menetapkan Soetikno Soedarjo (SS) Beneficial Owner dari Connaught International Pte. Ltd. "Tersangka ESA diduga menerima suap dari tersangka SS dalam bentuk uang dan barang, yaitu dalam bentuk uang masing-masing Euro1,2 juta dan AS$180 ribu atau setara Rp20 miliar. Sedangkan dalam bentuk barang senilai AS$2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia," kata Laode.

Atas perbuatannya Emirsyah disangkakan melakukan perbuatan sesuai Pasal 12 huruf a atau Pasal huruf b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana. Adapun Soetikno diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Juncto Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.

Tags:

Berita Terkait