Pembela HAM Butuh Perlindungan
Berita

Pembela HAM Butuh Perlindungan

RUU Pembela HAM masuk Program Legislasi Nasional. Ditjen Peraturan Perundang-Undangan Butuh masukan.

DNY
Bacaan 2 Menit

 

Anam mengungkapkan bahwa ada dua dimensi perlindungan, yaitu proteksi dan efektivitas kerja. Untuk efektivitas kerja, dimensinya adalah memfasilitasi semua aktivitas human right defender, terutama untuk pembelaan HAM dan pembela kebijakan publik. Misalnya, membuka ruang informasi, dan partisipasi yang seluas-luasnya, baik dalam proses pembentukan UU maupun dalam penyelesaian kasus. “Sehingga tidak ada lagi teman-teman yang bekerja misalnya menyelesaikan kasus meminta dokumen-dokumen kasus harus bayar,” terang Anam.

 

Menurut Anam, pembela HAM harus didahulukan dalam pemenuhan informasi dan partisipasi tersebut. Pengertian dari pembela HAM bukan berorientasi pada individu, melainkan pada aktivitas.  “Siapapun orangnya ketika dia melakukan aktivitas pembelaan hak asasi manusia dengan tanpa memilih-milih nilai hak asasi manusia, dan dilakukan secara kontiniu, dia bisa disebut sebagai human right defender,” jelas Anam.

 

RUU Pembela HAM

Perlunya perlindungan hukum terhadap human right defender dituangkan ke dalam RUU Pembela HAM. RUU ini masuk Program Legislasi Nasional 2010. Kasubdit Legislasi dan Harmonisasi Ditjen Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Agus Purwanto, berharap ada masukan dari pemangku kepentingan terhadap RUU tersebut.

 

Menurut Agus, Kementerian Hukum dan HAM bisa berkontribusi dalam perlindungan human right defender pada tingkat legislasi. Maksudnya, merancang dan membahas peraturan perundang-undangan yang berperspektif hak asasi manusia.

 

Masalahnya para pemangku kepentingan belum tentu memiliki pandangan sama. Pasti ada pihak yang melihat keberadaan para pembela HAM dari kacamata hukum positif semata. Karena itu, masukan dari berbagai pihak harus mendorong RUU tersebut berperspektif hak asasi manusia. “Bagaimana kemudian memiliki persepsi HAM ke dalam RUU, sehingga paling tidak RUU tidak diskriminatif atau interpretatit,” jelas Agus.

 

Misalnya. apabila di level pelaksana tugas, si pelaksana itu melakukan tugas yang baik, atasan ya harus bisa memberi penghargaan. “Karena memang aktivitas yang dia lakukan itu mungkin melebihi kapasitas dia sebagai seorang pegawai negeri, birokrat yang kadangkala hanya menjalani rutinitas,” ujar Agus.

 

Tags: