Pembatasan Akses Internet di Papua Berujung Gugatan
Utama

Pembatasan Akses Internet di Papua Berujung Gugatan

Pembatasan dan pemutusan akses internet di Papua medio Agustus 2019 lalu dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan konstitusi.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Karena itu, menurutnya, Kebijakan pelambatan dan pemutusan akses internet itu dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas pemerintahan umum yang baik secara formil dan materil. Diantaranya bertentangan dengan UU Pers; Pasal 73 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM yang mengatur pembatasan dan larangan hanya dapat dilakukan berdasarkan UU.

 

Selain itu, Pasal 19 ayat (3) UU No.12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil dan Politik (Sipol) menyebut pembatasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dapat dilakukan sesuai dengan hukum. Ketentuan ini menegaskan pembatasan harus dilakukan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan.

 

Bahkan, pemutusan akses internet tersebut juga dinilai melanggar Pasal 28E ayat (2) dan (3) UUD Tahun 1945 yang menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap dengan hati nuraninya. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

 

Menurut Koalisi, pemerintah keliru memaknai Pasal 28J UUD Tahun 1945 yang intinya mengatur tentang pembatasan HAM. Mengacu Kovenan Sipol, sedikitnya ada 2 syarat yang harus dipenuhi sebelum membatasi HAM. Pertama, situasi harus dalam keadaan darurat yang mengancam keutuhan bangsa dan negara. Kedua, Presiden harus menyatakan secara resmi bahwa negara dalam keadaan darurat.

 

Koalisi menilai pemerintah belum memenuhi kedua syarat tersebut. Pemerintah menganggap demonstrasi yang dilakukan masyarakat Papua dan Papua Barat sebagai “kejadian darurat.”

 

Dalam gugatannya, Koalisi meminta Majelis Hakim PTUN Jakarta memutuskan beberapa hal. Pertama, menyatakan kebijakan pembatasan dan pemutusan internet itu sebagai perbuatan melanggar hukum. Kedua, menghukum pemerintah untuk menghentikan dan tidak mengulangi lagi tindakan tersebut di seluruh wilayah Indonesia.

 

Ketiga, menghukum pemerintah untuk meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Indonesia terutama di Papua dan Papua Barat melalui media cetak, televisi, dan radio nasional.

Tags:

Berita Terkait