Pelaksanaan Suatu Perjanjian: Pendapat Pengadilan dalam Perkembangannya
Kolom Hukum J. Satrio

Pelaksanaan Suatu Perjanjian: Pendapat Pengadilan dalam Perkembangannya

Tulisan ini kelanjutan dari tulisan sebelumnya yang membahas bahwa pengadilan berhak mengubah apa yang disepakati para pihak dalam perjanjian sekaligus artkel terakhir dari serial “Pelaksanaan Suatu Perjanjian” yang ditulis J. Satrio.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Adapun inti rumusan itu adalah sebagai berikut: jumlah yang semula disepakati, dibagi dengan harga emas pada waktu itu. Ini untuk memperoleh banyaknya emas yang bisa dibeli dengan jumlah uang yang semula disepakati. Hasilnya adalah sekian gram emas. Jumlah itu dikalikan dengan harga emas pada saat perhitungan dilakukan (pada waktu uang harus dikembalikan), sehingga didapat sejumlah uang, yang mestinya diperoleh dengan menjual emas itu pada saat hitungan dilakukan. Jumlah itu dibagi 2, karena risiko kenaikan harga itu dipikul oleh kedua belah pihak masing-masing separuh.

 

Misalkan jumlah yang semula disepakati (baik berupa harga jual-beli atau besarnya pinjaman) adalah Rp600.000. Harga emas pada saat itu adalah Rp20.000 per gram, maka uang Rp600.000 bisa mendapatkan 30 gram emas. Pada saat perhitungan dilakukan (saat harus dibayar kembali atau dikembalikan), harga emas telah menjadi Rp100.000 per gram, maka 30 gram emas sekarang berharga Rp3.000.000. Karena risiko kenaikan menjadi tanggungan bersama, maka yang harus dibayar pada saat perhitungan adalah 1/2 x Rp3.000.000 = Rp1.500.000. Jadi uang Rp600.000 harus dikembalikan menjadi Rp1.500.000.  

 

Semua itu didasarkan atas pikiran, bahwa melaksanakan perjanjian sebagaimana yang telah disepakati akan menimbulkan ketidakpatutan.

 

Dengan itu berarti, bahwa kalau terjadi suatu perubahan nilai uang yang sangat besar -karena adanya inflasi yang besar sekali atau adanya sanering uang- antara nilai jumlah yang semula disepakati dibandingkan dengan nilai uang pada saat uang itu harus dikembalikan. Maka Hakim, demi untuk pelaksanaan perjanjian yang pantas dan patut, boleh mengubah perjanjian sedemikian rupa sehingga pelaksanaan perjanjian memenuhi tuntutan itikad baik.

 

Sekalipun tidak dikatakan dengan kata-kata yang jelas, namun kiranya bisa duga, bahwa dasar yang digunakan untuk membenarkan pendapat Pengadilan adalah Pasa. 1338 ayat (3) dan Pasal 1339 BW.

 

Ternyata secara umum, dalam perkembangan selanjutnya, Pengadilan makin sering dan makin bebas untuk menggunakan Pasal 1338 ayat (3) dan 1339 BW untuk menambah, memperluas, mengubah atau membatasi perikatan yang lahir dari perjanjian.[1]

 

Mengingat pendapat dari Pengadilan berbeda-beda, maka kita coba lihat bagaimana pendapat doktrin.

 

Ada yang berpendapat, bahwa dari ketentuan Pasal 1338 ayat (3) BW bisa disimpulkan, bahwa BW menganut perjanjian sebagai suatu -yang dalam Hukum Romawi disebut- contracto bona fides. Dari ketentuan Pasal 1338 ayat (3) BW harus ditafsirkan, bahwa:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait