“Tidak selalu dapat rumah dinas dan tidak selalu mudah untuk berpindah lokasi dinas. Biaya dinas yang tersedia tidak selalu memenuhinya,” kata Tata berbagi pengalamannya. Rani menegaskan bahwa apa yang harus ia tanggung adalah buah dari pilihannya. “Saya harus bertanggung jawab untuk itu,” katanya.
Rumah Dinas Hakim Tata di PN Rangkasbitung.
Cerita Iriaty, Rani, dan Tata ini baru dari satu PN Rangkasbitung yang Hukumonline kunjungi. Entah bagaimana cerita para pengadil, terutama para perempuan, di pengadilan lainnya. Apalagi para hakim yang bertugas menjadi pengadil di lokasi terpencil.
Cerita para perempuan pengadil kali ini pun belum menggali lebih jauh bagaimana hakim perempuan juga sering alami pandangan misoginis. Berdasarkan pengakuan Iriaty, masih ada pihak berperkara yang meremehkan hakim perempuan di persidangan.
Begitulah, para hakim yang biasa dituntut mengadili seadil-adilnya harus menghadapi tuntutan hidupnya masing-masing. Mereka pun harus siap dengan apa saja vonis takdirnya yang datang. Hanya saja, mereka sendiri tidak tahu ke mana bisa mengajukan banding, apalagi kasasi hingga peninjauan kembali.