Pandangan CHA tentang Hukuman Mati
Seleksi CHA:

Pandangan CHA tentang Hukuman Mati

Satu calon hakim agung pernah dikenakan sanksi oleh Bawas MA.

RFQ
Bacaan 2 Menit

Anggota Komisi Hukum Andi Azhar dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) penasaran. “Bagaimana dengan pelaku pemerkosa yang menyebabkan korban hingga meninggal?,” cecarnya. Menimpali pertanyaan itu, Daming mengatakan, pelaku kejahatan pemerkosa belum dapat dikenakan hukuman mati. Pasalnya, penerapan hukuman mati terhadap pelaku asusila pemerkosaan perlu dipertimbangkan secara matang.

Ia  tak akan ragu menjatuhkan hukuman tinggi terhadap pelaku tindak pidana yang terbukti sesuai fakta persidangan. “Sebenarnya yang diperkosa maupun yang memperkosa sama-sama menikmati. Tapi bukan tidak mungkin untuk menjatuhkan hukuman mati, dan perlu dipertimbangkan,” ujar Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin  yang mengundang gelak tawa anggota dewan.

Burhan Dahlan mengatakan sepanjang dalam hukum positif mengatur penjatuhan hukuman mati terhadap sejumlah kejahatan, maka perlu diterapkan. Hanya saja, kata Burhan penerapan hukuman mati tak boleh serampangan. Setidaknya, perlu kehati-hatian dalam penerapan hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana sekalipun diatur dalam hukum positif. Ia mengakui, hukuman mati menjadi pertentangan dengan hak asasi manusia. “Hukuman mati harus dijatuhkan dengan selektif, tidak ceroboh, yang penting mewujudkan rasa keadilan,” ujar Kadimilti Utama Jakarta itu.

Pernah dikenakan sanksi

Calon hakim agung sejatinya tak pernah terkena sanksi. Namun tidak demikian halnya dengan Desnayeti. Ia tak menampik terkena sanksi berupa penurunan pangkat dan penundaan kenaikan remunerasi selama satu tahun oleh Badan Pengawasan (Bawas) Mahkamah Agung. Menurutnya, ia dikenakan sanksi saat menjadi hakim tinggi PT Pontianak saat menangani perkara tindak pidana perikanan.

Di depan anggota dewan, ia mengklarifikasi. Menurut Desnayeti, bersama anggota majelis banding, ia mengabulkan permohonan pinjam pakai kapal yang dimohonkan pemilik kapal dengan jaminan berupa uang sebesar Rp150 juta. Kapal itu sejatinya telah menjadi barang sitaan. Menurutnya kapal tersebut jika didiamkan akan jatuh harganya jika dilelang. Ia berdalih, uang jaminan tersebut tak sebanding dengan harga kapal yang diprediksi bernilai Rp1 miliar. Kendatipun mengabulkan permohonan pinjam pakai kapal itu, menurutnya tak melanggar perundangan perikanan.

Singkat cerita, ia dilaporkan ke Bawas oleh kapal Nusantara VII. Sedangkan kapal yang dijadikan barang bukti adalah kapal Nusantara VI. Pada pemeriksaan internal, ia telah menampik tudingan tersebut. Pasalnya, kapal yang dilaporkan berbeda dengan kapal yang dijadikan barang bukti di persidangan. “Tapi saya terpaksa menerima sanksi itu, karena saya tidak cek kapalnya,” pungkasnya.

Tak kapok

Gagal adalah keberhasilan yang tertunda. Pepatah itu layak diberikan kepada Burhan Dahlan dan Muhammad Daming Sunusi. Dalam mengikuti tes uji kelayakan hakim agung adalah kali ketiga yang diikuti Burhan Dahlan. Meski sempat tak semangat akibat dua kali gagal, ia pun bangkit dari keterpurukan untuk kembali mencoba peruntungan menjadi ‘wakil tuhan’.

Halaman Selanjutnya:
Tags: