Pakar: Putusan MA Soal Syarat Usia Kepala Daerah Sangat Tidak Wajar
Utama

Pakar: Putusan MA Soal Syarat Usia Kepala Daerah Sangat Tidak Wajar

Dalam memutus perkara ini hakim MA dinilai telah keluar dari tugas konstitusionalnya karena menggunakan UUD sebagai pedoman. Pengujian yang dilakukan seharusnya pertentangan Peraturan KPU dengan UU Pilkada.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti. Foto: RES
Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti. Foto: RES

Putusan Mahkamah Agung (MA) No.23 P/HUM/2024 atas uji materil Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No.9 Tahun 2020 tentang Perubahan keempat atas PKPU No.3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota mendapat kritik dari pakar hukum tata negara (HTN).

Pakar Hukum Tata Negara Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti menilai penalaran hukum majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut tidak wajar. Putusan itu intinya mengubah syarat usia paling rendah 30 tahun untuk calon Gubernur dan wakil Gubernur dan 25 tahun untuk calon Bupati dan calon Wakil Bupati, calon Walikota dan calon Wakil Walikota sebagaimana diatur Pasal 4 ayat (1) huruf d Peraturan KPU 9/2020 yang sebelumnya terhitung sejak penetapan pasangan calon dan sekarang sejak pelantikan pasangan calon terpilih.

Bivitri berpendapat majelis hakim MA yang memeriksa perkara harus mengecek ketentuan di atasnya yang memandatkan lahirnya aturan tersebut yakni Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UU (UU Pilkada). 

Pasal 7 ayat (2) huruf e UU 10/2016 mengatur syarat usia minimal 30 tahun untuk calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, dan 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati, calon walikota dan calon wakil walikota. Untuk kebutuhan operasional, Peraturan KPU 9/2020 mengatur syarat usia itu dihitung sejak penetapan sebagai pasangan calon. Menurut Bivitri, penalaran hukum hakim MA yang mengubah penghitungan syarat usia kepala daerah sejak pelantikan pasangan calon sangat tidak wajar.  

Baca Juga:

Setidaknya, ada 2 alasan utama yang mendasari kesimpulan itu. Pertama, dalam pertimbangan hukum disebut secara filosofis semangat konstitusi sebagaimana diatur Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 memberi titik tekan terpenting pada organ negara dan pejabat yang menduduki jabatan, dimana makna sejati usia minimum bagi jabatan dalam sistem hukum tata negara harus dimaknai ketika yang bersangkutan dilantik dan diberi wewenang oleh negara untuk melakukan tindakan pemerintahan dan melekat semua hak dan kewajibannya sebagai organ negara maupun pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara.

Bivitri menilai tugas konstitusional MA dalam perkara ini adalah menguji peraturan yang posisinya di bawah UU. Sementara pengujian UU terhadap konstitusi adalah tugas Mahkamah Konstitusi (MK). “Jadi dengan MA mengacu pada UUD, ini sudah keluar dari tugas konstitusional MA,” kata Bivitri saat dikonfirmasi, Kamis (6/6/2024).

Tags:

Berita Terkait