Pagari Kepentingan Nasional, Pemerintah Gelar Sejumlah Perundingan dengan Negara Tetangga
Berita

Pagari Kepentingan Nasional, Pemerintah Gelar Sejumlah Perundingan dengan Negara Tetangga

Indonesia berbatasan dengan 10 negara. Tapi baru punya 18 perjanjian.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Cuma, ada perbedaan dengan Australia yang mengakui perbedaan antara garis ZEE dengan landas kontinen. Eddy menyebutkan Vietnam tidak mengakui adanya perbedaaan antara kedua garis tersebut. “Buat Indonesia garis ZEE itu berbeda dengan garis landas kontinen,” terangnya.

Menurut Eddy, pemahaman Vietnam terkait hal ini berbeda dengan Indonesia. Menurut Vietnam, antara garis landas kontinen dengan ZEE merupakan satu hal yang sama. Namun Eddy meyakini konsep yang dpahami Indonesia merupakan konsep yang dapat diterima secara internasional. Presedennya pernah terjadi antara Indonesia dengan Australia saat menentukan ZEE dengan landas kontinen. Kesepakatan ini menggunakan landasan hukum laut tahun 1958. Menurut Eddy, terkait landas kontinen dan ZEE, hukum laut yang dipakai menggunakan konvensi UNCLOS tahun 1982.

Selain itu, Eddy menjelaskan perbedaan antara ZEE dan landas kontinen. Karena garis ZEE merupakan garis yang harus disepakati untuk memisahkan dan untuk mengeksplorasi isinya. Artinya, ZEE mencakup seluruh kolom air yang berada di dalam area ZEE itu. Sementara garis landas kontinen merupakan garis yang membatasi dasar laut. “Tidak sama garisnya. Rezimnya beda. Satu rezim kolom air satu rezim dasar laut. Konvensinya berbeda, konvensi 58 tentang landas kontinen dan konvensi 82 ZEE. Indoneisa berpikiran ada gua garis,” ujar Eddy.

Ia menjelaskan penyebab perbedaan interpretasi terkait hal ini. Interpretasi yang berbeda dengan negara lain ini menurut Eddy dikarenakan perbedaan interpretasi terhadap pasal. Menurut Eddy, situasi saat merumuskan pasal merupakan salah satu penyebab perbedaan interpretasi tersebut. Jika ingin memahami lebih jauh mengenai pasal-pasal tersebut, perlu dikembalikan kepada travoprepartoar nya.

Direktur Hukum dan Perjanjian Kewilayahan Kementerian Luar Negeri, Bebeb AKN Djunjunan mengungkapkan, jika terjadi sengketa perbatasan di laut, penyelesaiannya dapat dilakukan melalui mekanisme Internasional Court of Justice, Internasional Tribunal for the Law of the Sea (ITLOS), atau arbitrase. Namun menurut Bebeb, selama ini yang menjadi prioritas pemerintah Indonesia dalam perundingan adalah pendekatan bilateral sebelum membawa ke ranah hukumnya. “Kita berbatasan dengan 10 negara. Kita baru punya 18 perjanjian. Sebenarnya idealnya 22 perjanjian. Dari 18 itu baru 10 perjanjian zona maritim,” terang Bebeb.

Namun jika harus masuk ke ranah hukum, maka terdapat sejumlah ketentuan yang mesti diperhatikan. Terkait laut territorial, Bebeb menyebutkan pasal 15 UNCLOS merupakan dasar hukum yang bisa dirujuk. Sementara untuk Zona EKonomi Eksklusif terdapat pada pasal 74. Dan untuk landas kontinen mengacu pada pasal 83 UNCLOS. Ia mengungkapkan, untuk sampai pada tahap ini, masuh sering terjadi perbedaan persepsi tentang kepentingan nasional di kalangan pemerintah sendiri.

Tags:

Berita Terkait