Our Ocean Conference 2018: Sebuah Langkah Maju
Kolom

Our Ocean Conference 2018: Sebuah Langkah Maju

​​​​​​​Setiap orang di dunia harus sadar bahwa laut merupakan warisan milik kita bersama.

Bacaan 2 Menit

 

Jika hal tersebut direalisasikan dengan sempurna maka tidak akan ada kerja paksa dan perdagangan manusia di industri makanan laut baik dalam bisnis penangkapan maupun di perusahaan pengolahan. Buruknya kondisi para nelayan dan pekerja perikanan harus diperbaiki, tentu hal tersebut membutuhkan lebih dari sekedar tindakan negara tunggal saja, akan tetapi membutuhkan kerjasama transnasional, karena untuk menjaga terpenuhinya hak-hak pekerja sudah menjadi tugas setiap pemerintah.

 

Konsumen harus diadvokasi untuk hanya membeli produk makanan laut yang dihasilkan dari praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan, yang telah tersertifikasi oleh dewan pengelolaan laut hal tersbut merupakan satu tindakan yang hanya perlu ditegakkan melalui skema kontrol permintaan pasar.

 

Pada akhirnya makanan laut masih perlu dalam harga yang terjangkau bagi masyarakat sehingga pemerintah tidak bisa dengan mudah meninggalkan kewajibannya dengan bertumpu pada biaya yang harus dibebani kepada rakyat. Ikan adalah untuk mata pencaharian, kita melindungi ikan karena kita perlu memenuhi kebutuhan jasmani utama kita. Keberlanjutan tidak berarti bahwa kita berhenti mengkonsumsi ikan, tetapi kita perlu menangkap ikan secara bertanggung jawab untuk membuat perikanan dapat berjalan, sehingga keberlanjutan di masa depan akan selalu terjamin.

 

Oleh karena itu Indonesia perlu memiliki rencana strategis untuk membuat rakyatnya sejahtera dengan tetap menjadi negara nelayan terbesar di dunia baik melalui industri perikanan tangkap maupun budidaya. Di dalam konferensi tersebut secara khusus juga dibahas mengenai program budidaya karang dan ikan ekosistem karang untuk memenuhi kebutuhan pasar akuarium, hal tersebut merupakan salah satu program inovatif untuk mencegah kerusakan keanekaragaman hayati laut.

 

Hal-hal di atas adalah beberapa topik utama yang dibahas di dalam Our Ocean Conference 2018, tahun 2019 para pemangku kepentingan laut akan bersidang lagi di Norwegia untuk meninjau kembali isu-isu yang sama dan mendiskusikan isu-isu baru yang muncul ke permukaan. Ada ratusan komitmen yang diberikan oleh negara, organisasi non-pemerintah serta masyarakat sipil di OOC 2018, namun kita perlu membuktikan dengan seksama apakah komitmen tersebut akan mendorong terciptanya beberapa gerakan substansial dalam penanganan isu-isu tersebut.

 

Para pemimpin berbicara tentang bagaimana mencapai manfaat ekonomi dari laut sambil melindungi lautan dari kehancuran. Ekonomi biru berkelanjutan perlu dicapai jika kita ingin melihat generasi kita berikutnya dapat menikmati hal yang sama dengan yang telah kita lihat dan alami saat ini dari laut, jika kita ingin melihat lautan yang sehat menjadi makanan laut yang berkelanjutan dan aman untuk dinikmati. Penambangan dasar laut dalam akan tetap dieksplorasi namun lingkungan laut tidak akan diracuni.

 

Energi terbarukan akan tetap dikembangkan tetapi laut tidak akan dihancurkan. Para pemimpin dunia telah berjanji dengan berkomitmen pada tindakan-tindakan tertentu, tetapi upaya tersebut jauh membutuhkan hal lebih dari itu. Ilmuwan perlu terus menciptakan dan memperkenalkan teknologi yang aman dan terbarukan, sarjana perlu tetap mengusulkan prinsip keberlanjutan ke masyarakat dan orang-orang perlu tetap memastikan bahwa tingkah perilaku mereka harus dilakukan secara bertanggung jawab untuk mencegah kerusakan laut.

 

Kesimpulannya adalah bahwa setiap orang di dunia harus sadar bahwa laut merupakan warisan milik kita bersama “OUR OCEAN OUR LEGACY”. Penghargaan tertinggi harus kita sampaikan kepada pemerintah Indonesia bahwa negara Indonesia telah memulai langkah kecil ke depan untuk kebaikan yang lebih besar tidak hanya untuk masyarakat Indonesia tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia.

 

*)Prof. Melda Kamil Ariadno, Ph.D adalah Ahli Hukum Laut, Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

 

*Naskah asli artikel berbahasa Inggris, diterjemahkan oleh Djarot Dimas Achmad Andaru, S.H. (Asisten Peneliti Hukum Kesehatan dan Hukum Islam di Fakultas Hukum Universitas Indonesia)

 

Catatan Redaksi:

Artikel Kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline

Tags:

Berita Terkait