Netralitas Media di Indonesia Terkait Pilpres 2014 dan Tanggung Jawab Hukumnya
Kolom

Netralitas Media di Indonesia Terkait Pilpres 2014 dan Tanggung Jawab Hukumnya

Komisi Penyiaran Indonesia harus bekerja lebih keras lagi.

Bacaan 2 Menit

Peran Hukum dalam Mengatur Media di Indonesia
Pengelolaan sebuah media biasanya dilakukan oleh sebuah organisasi atau perusahaan yang pada umumnya bertujuan mencari laba di dalam sistem ekonomi kapitalis. Oleh karenanya, menurut mantan Ketua Mahkamah Agung Alm Prof. Oemar Seno Aji (1973), jiwa kepentingan umum pada media bisa terkontaminasi oleh kepentingan privat dari pemilik perusahaan media tersebut. Hubungan ketiga komponen antara media, kepentingan umum dan kepentingan privat itulah yang menjadi inti dari peranan hukum media agar kepentingan umum dalam media dapat terjaga.

Pengamat politik Eep Saefulloh Fatah berpendapat bahwa pers merupakan pilar keempat bagi demokrasi dan mempunyai peranan penting dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, bahkan legitimasi pemerintah. Dari sini dapat kita simpulkan betapa besarnya peran pers dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengingat pentingnya peran pers bagi proses demokratisasi di Indonesia, pemerintah telah mengatur mengenai aturan main media massa melalui Undang- undang Pers maupun Undang-undang Penyiaran.

Di dalam rezim hukum media, ketentuan pasal 33 UU No. 30 tahun 1999 tentang pers menyatakan bahwa fungsi pers adalah sebagai media informasi, media pendidikan, media hiburan serta fungsi kontrol sosial. Namun, jika kita kaitkan dengan fenomena yang kita rasakan hari ini fungsi Pers sebagai media pendidikan dan media pengontrol sosial tampak tidak hadir, padahal sudah dinyatakan secara hukum bahwa frekuensi radio, sebagai media pengantar informasi ke televisi, merupakan sumber daya alam terbatas dan merupakan kekayaan nasional yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Dinyatakan pula  secara tegas dalam pasal 36 butir 4 UU Penyiaran  bahwa isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu. Oleh karena itu, pemerintah lah yang berwenang dalam menegakan hukum tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang Penyiaran No 32 tahun 2002, sebelum menyelenggarakan siaran, setiap lembaga penyiaran harus mendapat izin dari pemerintah. Oleh karena itu, sudah seharusnya lembaga penyiaran yang telah memiliki izin Penyelenggaran Penyiaran (IPP) yang diterbitkan oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi wajib memberikan informasi yang benar, seimbang dan bertanggung jawab sesuai dengan tujuan pers nasional. Selanjutnya, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai komisi yang diberi mandat dalam mengawasi lembaga penyiaran bersama Menkominfo harus bekerja lebih keras lagi dalam menyikapi masalah ini dan tidak perlu ragu ragu dalam mengambil tindakan tegas seperti  mencabut IPP dari media massa yang telah terbukti melanggar ketentuan undang-undang.

Pada akhirnya, mengenai  pemilu 2014 mari kita serahkan semua kepada rasionalitas dan kecerdasan publik Indonesia dalam menerima informasi yang dirasakan sudah tidak netral dan berimbang, hal ini juga sebagai pembuktian atas kematangan dan kedewasaan kita dalam berdemokrasi.  

*Alumni Universitas Trisakti dan University of Canberra

“The media's the most powerful entity on earth. They have the power to make the innocent guilty and to make the guilty innocent, and that's power. Because they control the minds of the masses.” 
 -Malcolm X- 

media framing”
Bias Media dan Kekuasaan Politikmainstream
media framing
media framingMedia framingmedia framing
media framing
Tags:

Berita Terkait