Negara G20 Didesak Bahas Serius Persoalan Penyempitan Ruang Sipil
Utama

Negara G20 Didesak Bahas Serius Persoalan Penyempitan Ruang Sipil

Penyusutan/penyempitan ruang sipil (civic space) tak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga terjadi secara global di berbagai negara.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Koordinator C20 Sub Kelompok Kerja Civic Space sekaligus Direktur Eksekutif PSHK, Gita Putri Damayana. Foto: ADY
Koordinator C20 Sub Kelompok Kerja Civic Space sekaligus Direktur Eksekutif PSHK, Gita Putri Damayana. Foto: ADY

Tren global saat ini menunjukan terjadi penurunan kualitas demokrasi di berbagai negara. Kemerosotan demokrasi itu dapat dilihat dari berbagai indikasi/indikator, salah satunya penyusutan ruang sipil (civic space). Masalah ruang sipil ini menjadi salah satu isu penting yang disoroti organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Civil 20 (C20) yang merupakan bagian dari G20.

Organisasi yang dimaksud diantaranya PSHK (Indonesia), YAPPIKA-ActionAid (Indonesia), CIVICUS (Afrika Selatan), Lokataru Foundation (Indonesia), Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), Amnesty International Indonesia, Asia Democratic Network (Korea Selatan), Global Citizen (Swiss), European Center for Not-for-Profit Law (ECNL) (Belanda), Voluntary Action Network India (VANI), dan didukung oleh 157 aktor masyarakat sipil lainnya dan  organisasi di seluruh dunia.

Koordinator C20 Sub Kelompok Kerja Civic Space sekaligus Direktur Eksekutif PSHK, Gita Putri Damayana, mencatat dari berbagai penilaian ruang sipil di Indonesia masuk kategori obstructed. Masalah yang sama juga dihadapi berbagai negara. Sebagai negara yang terpilih untuk melaksanakan Presidensi G20 tahun 2022, pemerintah Indonesia diharapkan dapat mengusung persoalan ruang sipil ini agar mendapat perhatian serius negara-negara G20.

Ia menerangkan Sub-Working Group Civic Space C20 atau Sub-Kelompok Kerja Ruang Sipil C20 telah meluncurkan ringkasan kertas kebijakan (policy brief) untuk mendorong para pemimpin G20 dalam melindungi dan memperluas civic space atau ruang gerak masyarakat sipil. C20 merupakan wadah bagi organisasi masyarakat sipil di seluruh dunia untuk melakukan dialog politik serta menyuarakan aspirasi dan isu-isu masyarakat sipil kepada para pemimpin negara-negara G20. 

Baca Juga:

Penyempitan ruang sipil perlu menjadi perhatian para pemimpin negara-negara G20 mengingat fenomena regresi demokrasi terjadi secara global. CIVICUS, organisasi yang berbasis di Afrika Selatan, dalam pemantauannya terhadap 196 negara pada 2021, mencatat bahwa hanya 3,1% dari populasi global yang tinggal di ruang sipil terbuka.

Ringkasan kertas kebijakan itu menyoroti berbagai tantangan dan peluang terkait situasi ruang sipil serta rekomendasi yang perlu segera diambil para pemimpin negara G20. Pola penyempitan kebebasan sipil muncul dalam berbagai gejala, diantaranya keberadaan kebijakan yang membatasi kebebasan berkumpul, berserikat, dan berekspresi, serta kemunculan undang-undang represif yang memungkinkan terjadinya kriminalisasi terhadap berbagai elemen masyarakat.  

Ringkasan kertas kebijakan ini mendorong perluasan ruang sipil melalui pemanfaatan teknologi digital yang dilakukan secara berkeadilan dan non-diskriminatif untuk meningkatkan keterlibatan aktif warga negara. Di sisi lain, para pemimpin negara-negara G20 perlu menyeimbangkan posisi negara dalam berhadapan dengan sektor privat dan sektor masyarakat sipil. Dalam hal ini, negara perlu meningkatkan relasi positif antara perluasan ruang sipil dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Di sisi lain mendorong kepatuhan perusahaan-perusahaan terhadap standar bisnis dan hak asasi manusia.

Dalam rekomendasinya, Sub-Working Group Civic Space C20 yang beranggotakan 157 individu dan organisasi masyarakat sipil dari seluruh dunia menuntut para pemimpin G20. Pertama, melindungi dan memperluas ruang sipil. Kedua, menghentikan segala serangan, kriminalisasi, dan stigmatisasi terhadap aktor masyarakat sipil. Ketiga, membangun sekaligus memperkuat kemitraan dengan aktor masyarakat sipil dalam proses pembentukan kebijakan.

Melalui policy brief yang disusun C20, Gita berharap upaya tersebut dapat mendorong terbitnya instrumen legal internasional. Selain itu, isu civic space diharapkan bisa terus menggema sampai Presidensi G20 ke depan di India.

“Harapan kami G20 mengakui ada masalah civic space. Ini harus jadi isu permanen yang berlanjut di Presidensi G20 selanjutnya,” kata Gita dalam diskusi daring bertema “Outreach Meeting and Policy Brief Launch: The G20 Must Stand To Protect And Expand Civic Space”, Jumat (22/7/2022).

Gita mengatakan menyusutnya ruang sipil berdampak terhadap kelompok marjinal. Misalnya kelompok minoritas, disabilitas, minoritas seksual dan lainnya. Mereka yang pertama kali menjadi korban dari menyusutnya ruang sipil. Selama ini kalangan organisasi masyarakat sipil telah melakukan upaya sesuai fokus organisasinya masing-masing dalam menjaga ruang sipil.

Coordinator of The Expert Team, National Secretariat of SDGs, Ministry of Development Planning Indonesia, Yanuar Nugroho, mengatakan menyusutnya ruang sipil terjadi secara global. Pandemi Covid-19 seolah memberi legitimasi bagi negara untuk mengekang ruang gerak masyarakat sipil.

Menurut Yanuar, penyusutan ruang sipil tak hanya terjadi karena interaksi dengan aktor negara, tapi juga non negara. Misalnya, tidak mudah meminta perusahaan swasta yang menyediakan jasa bagi publik untuk akuntabel. “Sangat penting bagi G20 untuk menyoroti tren menyusutnya civic space ini,” ujarnya mengingatkan.

Baginya, kebebasan ruang sipil harus diperjuangkan oleh masyarakat sipil karena tidak bisa hanya berharap dari kebaikan negara. Dalam membuat kebijakan, keterlibatan masyarakat menjadi salah satu syarat, tapi praktiknya partisipasi itu sifatnya hanya formalitas, bukan meaningful participation.

Yanuar mengingatkan civic space tak hanya berkaitan dengan pemerintah, tapi juga pihak lain. Untuk menghadapi hal itu penting bagi masyarakat sipil untuk menjalin komunikasi yang luas dan berkonsolidasi. “Civic space itu tidak tunggal.”

Untuk itu, para pemimpin G20 harus memastikan isu ini terus dibahas. Apalagi tidak menutup kemungkinan akan ada anggota G20 yang kurang sepakat dengan isu civic space dan korupsi. “Isu ini harus terus diperjuangkan dan tidak boleh berhenti,” pintanya.

Tags:

Berita Terkait