Pengunduran diri Lili Pintauli Siregar dari kursi Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat adanya dugaan pelanggaran etik menuai kontroversial. Dewan Pengawas (Dewas) KPK yang semula menggelar sidang etik, terpaksa memutuskan menghentikan proses tersebut di tengah jalan akibat Lili menyodorkan surat pengunduran diri ke Presiden Joko Widodo. Terlepas dari kontroversial itu, pengunduran Lili mesti dijadikan momentum dalam membenahi lembaga antirasuah itu.
“Satu kursi kosong pimpinan KPK, sebagai pintu masuk strategis pembenahan KPK secara kelembagaan sekaligus komitmen pemberantasan korupsi ke depan,” ujar Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani melalui keterangannya, Kamis (14/7/2022).
Bagi Julius, kosongnya satu kursi pimpinan lembaga antikorupsi itu berimplikasi terhadap roda organisasi dalam menjalankan kerja-kerja pemberantasan korupsi. Bagi Julius Ibrani, ada sejumlah catatan lembaga yang dipimpinnya terhadap KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri. Pertama, KPK di bawah pimpinan Firli memiliki rapor merah dalam hal kinerja dan integritas.
Seperti halnya menurunnya tren rendahnya tuntutan pidana jaksa KPK dan vonis dalam kurun waktu lima tahun belakangan terakhir. Kedua, minimnya sasaran sita aset dan denda serta uang pengganti. Ketiga, absesnnya KPK membentengi dirinya sebagai lembaga negara yang menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi saat revisi UU No.30 Tahun 2022 tentang KPK serta kasus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Baca Juga:
- 2 Desakan PBHI Setelah Lili Pintauli Mundur dari KPK
- Mundur dari KPK, Sidang Etik Lili Pintauli Gugur
- Stepanus Robin Ingin Bongkar Peran Komisioner KPK Lili Pintauli
Keempat, tak adanya perlawanan KPK terhadap diubahnya syarat pengetatan remisi koruptor dengan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No.99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan revisi UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
“Bahkan, asset recovery dan penyelamatan potensi kerugian negara masih jauh dari angka 5%,” ujarnya.
Kelima, KPK memiliki catatan integritas pimpinan. Seperti Firli yang diduga menerima gratifikasi penyewaan helikopter dengan mendapat potongan harga dan terbukti dengan pelanggaran ringan berdasarkan putusan Dewas KPK pertengahan tahun 2021 lalu. Begitu pula Lili Pintauli Siregar yang terseret dalam kasus Kasus Walikota Tanjung Balai, sampai bocornya agenda penggeledahan dalam kasus korupsi di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.