Muhammad Yamin, Pelopor Hak Asasi Manusia di Awal Republik
Edisi Khusus:

Muhammad Yamin, Pelopor Hak Asasi Manusia di Awal Republik

Kalau hak rakyat tidak terang dalam hukum dasar (konsitusi,-red) berarti telah terjadi 'grondwettelijke fout', kesalahan Undang-Undang Hukum Dasar. Itu besar sekali dosanya buat rakyat.

Ali/Rzk
Bacaan 2 Menit

 

Tetapi Yamin juga menimbulkan kontroversi. Si empunya nama jalan memang sempat dituduh berpaham 'kebarat-baratan' di awal pembentukan Republik Indonesia. Pria kelahiran Sawahlunto, Sumatera Barat, pada 23 Agustus 1903 ini dinilai memiliki pandangan individualisme oleh rekan-rekannya.

 

Masih terekam dalam catatan sejarah bagaimana pria yang sempat berprofesi sebagai advokat ini harus berdebat hebat dengan Soekarno dan Soepomo dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Kala itu, Yamin keukeuh agar deklarasi hak asasi manusia diatur dalam konstitusi. Sedangkan, Soepomo bertahan pada negara Indonesia harus mengedepankan paham kekeluargaan, bukan HAM yang merupakan paham individualisme yang diimpor dari barat.

 

Jangan menyandarkan negara kita pada aliran perseorangan, akan tetapi pada aliran kekeluargaan. Oleha karena menurut pikirsan saya aliran kekeluargaan sesuai dengan sifat ketimuran. Jadi saya anggap tidak perlu mengadakan declaration of rights, ujar Soepomo sebagamana tercatat dalam Buku Risalah BPUPKI dan PPKI terbitan Sekretaris Negara.

 

Yamin merasa perlu sekali lagi mengulang penjelasannya. Saya minta perhatian betul-betul, karena yang kita bicarakan ini hak rakyat, ujarnya. Ia melanjutkan, bila hak rakyat itu tidak terang dalam konstitusi maka telah terjadi kekhilafan. Grondwettelijke fout. Artinya, kesalahan undang-undang hukum dasar. Itu besar sekali dosanya buat rakyat, tuturnya.

 

Apalagi, lanjut Yamin, rakyat Indonesia telah lama-lama menantikan haknya dari republik yang mereka bela selama ini. Jaminan hak asasi pun tidak untuk warga negara an sich. Seluruh penduduk akan diperlindungi oleh diperlindungi oleh republik ini, tegas pria yang sempat mengenyam Sekolah Kedokteran Hewan ini. Artinya, berdasarkan konsep Yamin, semua penduduk baik warga negara indonesia maupun warga negara asing memiliki hak konstitusional.

 

Pandangan-pandangan Yamin memang menarik untuk diteliti. Salah satunya bagi Syafriadi Asri. Ketika hendak menyelesaikan kuliah pascasarjana Ilmu Hukum di UI, Syafriadi menulis tesis mengenai Yamin. Menurut Syahriadi, ada perbedaan pandangan yang tajam antara Yamin dengan Soepomo. Kala itu, founding fathers terpecah dua kubu dalam menyikapi jaminan hak asasi manusia dalam konstitusi. Yakni, kubu Yamin-Hatta versus Soepomo-Soekarno. Cuma Yamin lebih kencang menyuarakan HAM ke dalam konstitusi dibanding Hatta, ujarnya.

 

Menurut Syafriadi, latar belakang kultural yang menyebabkan tajamnya pandangan Yamin dengan Soepomo. Yamin lahir dari lingkungan Minangkabau yang egaliter sedangkan Soepomo lahir dari masyarakat Jawa yang bercorak feodalistik. Itu alasan mengapa pemikiran mereka berbeda, duga Syafriadi. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: