MRP Akui Abaikan Masyarakat Hukum Adat
Berita

MRP Akui Abaikan Masyarakat Hukum Adat

Perdasus No 4 Tahun 2008 mewajibkan MPR untuk mendengarkan ahli antropologi dan masyarakat hukum adat.

ASh
Bacaan 2 Menit
Majelis hakim MK kembali gelar sidang pengujian<br> Pasal 20 UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus<br> provinsi Papua. Foto: Ilustrasi (SGP)
Majelis hakim MK kembali gelar sidang pengujian<br> Pasal 20 UU No 21 Tahun 2001 tentang Otsus<br> provinsi Papua. Foto: Ilustrasi (SGP)

Majelis Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian Pasal 20 ayat (1) huruf a UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang diubah dengan UU No 35 Tahun 2008 (UU Otsus Papua) yang dimohonkan Komarudin Watubun Tanawani Mora. Sidang pleno yang diketuai Moh Mahfud MD itu mengagendakan pemeriksaan saksi yakni Ketua MRP Sementara Yoram Wambraw.

 

Pasal 20 ayat (1) huruf a UU Otsus mengatur kewenangan MRP dalam memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh DPRP. Pijakannya, atas dasar Pasal 1 huruf t yang menyatakan Orang Asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orangasli Papua oleh masyarakat adat Papua.      

 

Yoram menuturkan bahwa penolakan MRP atas pencalonan Komarudin sebagai bakal calon wakil gubernur pada tahun 2005 lantaran ia bukan berasal dari ras Melanesia atau dari suku-suku asli di Papua sesuai persyaratan Pasal 1 huruf t UU Otsus Papua. Kemudian atas dasar kesepakatan MRP ditentukan beberapa kriteria karena saat itu kriteria untuk menentukan keaslian orang Papua belum dituangkan dalam Perdasus.    

 

“Saat itu kriteria yang dipakai bakal calon harus sudah lama tinggal disitu, paham adat-istiadat dan budaya masyarakat setempat, dan berjasa bagi masyarakat setempat. Menurut MRP ditolaknya Komarudin karena tidak memenuhi syarat itu dan prosedur pengakuan sesuai tatanan masyarakat adat Papua dengan cara inisiasi/upacara adat,” kata Yoram.  

 

Ia mengakui bahwa saat MRP memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Komarudin tidak melibatkan masyarakat adat yang mengklaim bahwa Komarudin adalah orang asli Papua. “Saat kasus Komarudin ini memang MRP belum mendengar masukan dari masyarakat hukum adat setempat,” akunya. 

 

Namun, kini sesuai Perdasus No. 4 Tahun 2008 diatur bahwa MRP dalam memberi pertimbangan dan persetujuan wajib mendengarkan ahli antropologi dan masyarakat hukum adat terkait agar sesuai Pasal 1 huruf t UU Otsus itu. “Tetapi kriteria sebelumnya masih tetap dipakai agar bakal calon gubernur ini benar-benar diakui/diterima masyarakat adat setempat.”

 

Seperti diketahui, Komarudin menguji Pasal 20 ayat (1) huruf a UU Otsus Papua lantaran tak diloloskan MRP sebagai bakal calon wakil gubernur Papua yang berpasangan dengan Barnabas Suebu dalam Pemilukada  2005. Pasalnya, MRP menganggapnya Komarudin dianggap tidak memenuhi syarat sebagai orang asli Papua lewat keputusan MRP No 06/MRP/2005 tertanggal 18 November 2005.  

Tags: