MK Tegaskan Pasal Makar dalam KUHP Tetap Konstitusional
Berita

MK Tegaskan Pasal Makar dalam KUHP Tetap Konstitusional

Hanya saja, penegak hukum harus berhati-hati menerapkan pasal-pasal yang berkenaan dengan makar dan tidak menjadi alat untuk membungkam kebebasan menyampaikan pendapat dalam negara demokratis.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Mahkamah delik makar cukup disyaratkan adanya niat dan perbuatan permulaan pelaksanaan, sehingga dengan terpenuhinya syarat itu terhadap pelaku (makar) telah dapat dilakukan tindakan oleh penegak hukum. “Cukup bagi aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan hukum terhadap pelaku makar, tidak perlu adanya perbuatan yang nyata-nyata terdapat serangan,” tutur Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan pertimbangan putusan.

 

Tak hanya itu, tidak terdapat koherensi dan penalaran yang wajar bahwa norma pasal-pasal makar dalam KUHP bertentangan dengan hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang berada di bawah kekuasaan seseorang, serta hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan. “Karena itu, pengaturan pasal-pasal a quo telah sejalan dan tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945.”

 

Hanya saja, Mahkamah mengingatkan penegak hukum harus bertindak hati-hati dalam menerapkan pasal-pasal makar atau kejahatan terhadap negara ini. “Sehingga, tidak menjadi alat untuk membungkam kebebasan menyampaikan pendapat (berekspresi) dalam negara demokratis. Atas dasar seluruh pertimbangan ini, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tegasnya. (Baca Juga: Pakar Pidana Ini Minta Delik Makar Perlu Ditinjau Ulang)

 

Sementara pertimbangan putusan No. 28/PUU-IV/2017 disebutkan dalil para Pemohon mengenai norma yang diuji dapat digunakan mengkriminalisasi warga negara yang menyuarakan demokrasi sama sekali tidak beralasan menurut hukum. “Kekhawatiran para Pemohon ada penyalahgunaan penerapan pasal-pasal a quo dalam kasus konkrit, itu sepenuhnya kewenangan hakim yang mengadili perkara kasus konkrit,” ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman.  

 

Atas dasar itu, dalil Pemohon sepanjang berkenaan norma Pasal 104, Pasal 106, dan Pasal 107 KUHP telah dipertimbangkan dan diputus melalui Putusan MK No. 7/PUU-XV/2017. Sedangkan, dalil para Pemohon tentang pemberontakan dan permufakatan jahat untuk melakukan makar dan pemberontakan yang diatur Pasal 108 dan Pasal 110 KUHP tidak bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak beralasan menurut hukum.

 

Tidak memberi batasan   

Usai persidangan, Kuasa Hukum warga Papua, Iwan Niode menilai putusan MK ini sangat terlihat perbedaan pemahaman dan pendapat antara Mahkamah dan Pemohon mengenai persoalan kasus yang dialami dikaitkan kewenangan aparat penegak hukum dalam hal menafsirkan pasal-pasal makar. “Kekhawatiran putusan MK ini membuat para aparat penegak hukum dapat sewenang-wenang dan memberangus teman-teman kita yang dianggap melakukan tindak pidana makar,” kata dia di Gedung MK.

 

Kuasa Hukum ICJR, Erasmus Napitupulu menilai Mahkamah tidak memberikan batasan yang jelas dalam putusannya mengenai definisi apa itu makar. Mulai dari indikator, persiapan makar, dan pelaksanaan makar itu sendiri. Mahkamah hanya memberi kewenangan pada hakim pengadilan yang memerika perkara makar untuk menafsirkan persiapan makar tersebut.

Tags:

Berita Terkait