Untuk diketahui, sejak pertengahan tahun lalu, sidang uji materi Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menjadi isu yang menarik perhatian publik. Sebab, selain meminta pandangan pembentuk Undang-Undang, juga melibatkan sejumlah pemuka dan organisasi agama di Indonesia untuk menyampaikan pandangannya. Permohonan ini berkaitan dengan perkawinan beda agama. Kasus-kasus kawin beda agama dianggap memperlihatkan adanya upaya penyelundupan hukum sebagai akibat berlakunya pasal itu.
Hampir bersamaan, Pengurus Yayasan Kesehatan Perempuan dan Koalisi 18+ memohon pengujian Pasal 7 ayat (1) dan (2) UU Perkawinan. Permohonan ini ini berkaitan dengan batas usia pernikahan bagi perempuan dan pengesahan dispensasi usia pernikahan. Para pemohon meminta batas usia nikah bagi perempuan dinaikkan dari 16 tahun menjadi 18 tahun.
Lewat pengujian Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan, Koalisi 18+ meminta hanya pengadilan yang berhak mengeluarkan penetapan dispensasi usia nikah, bukan pejabat lain. Selain DPR dan Pemerintah, Mahkamah Konstitusi juga mendengar pandangan sejumlah ahli da para pemuka agama. MK sudah menggelar sidang kurang lebih 8 kali. Terakhir digelar rentang waktu November-Desember 2014.
batas usia pernikahanHadiyatut Thoyyibah, Ramadhaniati, dan Yayasan Pemantau Hak Anak (YPHA) yang tergabung dalam Koalisi Indonesia untuk Penghentian Perkawinan Anak (Koalisi 18+).
Seperti dilansir dalam laman resmi MK, putusan pengujian yang menguji konstitusionalitas kawin beda agama, batas usia pernikahan bagi perempuan, dan pengesahan dispensasi usia pernikahan ini akan dibacakan pada Kamis (18/6) pukul 13.30 WIB. Ada beragam harapan dari para pemohon terhadap putusan pengujian UU Perkawinan ini yang cukup lama ditunggu publik ini.
pemohon
Ia juga berharap MK bisa memberi tafsir konstitusional Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan dengan menegaskan hanya pengadilan yang bisa menetapkan dispensasi usia pernikahan, bukan pejabat lain. Sebab, selama ini dalam praktik yang ‘pejabat lain’ yang memberi dispensasi usia pernikahan ditafsirkan beragam.
Menurutnya, berlakunya Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) UU Perkawinan ini telah melegitimasi praktik perkawinan anak di Indonesia. Makanya, pihaknya berharap MK
"Jika dikabulkan, ini terobosan hukum luar biasa untuk memberikan batas usia nikah bagi perempuan. Implikasi putusan ini dapat mengubah rekomendasi izin usia untuk menikah. Ini bisa menurunkan jumlah perkawinan anak Indonesia karena saat ini jumlah perkawinan anak di beberapa wilayah Indonesia melonjak drastis,” harapnya.
“Jika ditolak, satu-satunya jalan untuk mengubah batas usia perkawinan adalah dengan melakukan revisi UU perkawinan yang membutuhkan waktu lama.”