MK ‘Luruskan’ Posisi DPD dalam Pembahasan RUU
Utama

MK ‘Luruskan’ Posisi DPD dalam Pembahasan RUU

DPD harus diikutsertakan dari awal hingga akhir pembahasan RUU.

AGUS SAHBANI/ RFQ/ IHW
Bacaan 2 Menit

Namun begitu Ronald melihat sejumlah tantangan dalam pelaksanaan putusan MK ini. Pertama adalah revisi UU MD3, tata tertib DPR dan UU PPP. “Khusus untuk UU PPP, waktunya sangat terbatas,” kata Ronald kepada hukumonline lewat telepon.

Tantangan lain adalah mengubah skema pembahasan RUU. Skema yang ada saat ini saja sudah cukup panjang. “Pembahasan di tingkat I itu juga panjang dan berjenjang lho.” 

Bila mekanisme pembahasan RUU masih dengan pola lama yaitu dengan membahas daftar inventaris masalah (DIM), Ronald menduga pembahasan suatu RUU akan menjadi lebih panjang dengan putusan MK ini.

Sebagai alternatif, Ronald mengusulkan mekanisme pembahasan diganti menjadi sistem pengelompokkan isu (cluster). “Dengan sistem cluster, aktualisasi DPR, DPD dan pemerintah dalam membahas suatu RUU akan lebih optimal,” tutupnya.

Untuk diketahui, 18 anggota DPD dan beberapa warga negara memohon pengujian sejumlah pasal dalam UU MD3 dan UU PPP terkait kewenangan DPD dalam proses penyusunan rancangan undang-undang. Mereka berdalih kedua undang-undang itu telah mereduksi kewenangan DPD tanpa melibatkan DPD mulai dari pengajuan RUU hingga persetujuan RUU.

Padahal, RUU yang dibahas itu menyangkut kewenangan DPD. Mulai dari otonomi daerah, hubungan pemerintahan pusat dan daerah, pemekaran daerah, pengelolaan sumber daya alam hingga pertimbangan keuangan pusat dan daerah. Kewenangan DPD itu dijamin Pasal 22 ayat (2) UUD 1945. Karenanya, DPD meminta MK mempertegas penafsiran kewenangan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah di pusat.

Tags: