MK Hapus Frase ‘Di Muka Sekaligus'
Putusan UU PM

MK Hapus Frase ‘Di Muka Sekaligus'

MK memutus investor tak boleh lagi memperpanjang hak-hak atas tanahnya sekaligus di muka. Perpanjangan hak-hak atas tanah bagi investor akan kembali lagi ke UU Pokok Agraria.

Ali
Bacaan 2 Menit
MK Hapus Frase ‘Di Muka Sekaligus'
Hukumonline

 

Dalam putusan itu, MK berketetapan, yang dimaksud dengan hak menguasai negara mencakup lima pengertian. Negara merumuskan kebijakan (beleid), termasuk melakukan pengaturan (regelen daad), melakukan pengurusan (bestuurdaad), mengelakukan pengelolaan (beheer daad) dan melakukan pengawasan (toezicht houden daad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

Pasal 22 ayat (4) memang mengatur mengenai pencabutan hak atas tanah yang dimiliki investor yang berfungsi sebagai alat kontrol negara. Namun, hal ini dirasa kurang cukup oleh MK. Sifatnya eksepsional dan terbatas, ujar Laica memberi penjelasan mengenai keberadaan pasal itu.

 

Pasal 22 UU Penanaman Modal

(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang 'di muka sekaligus' dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:

a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang 'di muka sekaligus' selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;

b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang 'di muka sekaligus' selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan

c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang 'di muka sekaligus' selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.

(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang 'di muka sekaligus' untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:

a. penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekenomian Indonesia yang lebih berdaya saing;

b. penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan;

c. penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas;

d. penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan

e. penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.

(4) Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan 'sekaligus di muka' dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.

 

Kembali ke UU Agraria

Wakil Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yas'un menyambut datar putusan ini. Ia menganggap putusan ini sebagai penyempurnaan bagi UUPM, dan tak akan berpengaruh terhadap investor. Kita harus jelaskan ke investor bahwa putusan ini merupakan buah dari proses demokrasi di negara kita. Kan sesuai dengan nilai-nilai (demokrasi,-red) yang mereka inginkan juga, ujarnya. 

 

Yas'un pun menilai dengan putusan ini, pengaturan mengenai perpanjangan hak-hak atas tanah akan kembali lagi ke UU No 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UU PA). Patra pun berpendapat senada. Aturannya kembali ke UUPA, ujarnya. Dimana pemerintah tak bisa sewenang-wenang memberikan suatu izin di muka tanpa ada prosedur yang partisipatif dan sesuai keadilan dalam masy, jelasnya.

 

Karenanya dengan putusan ini, maka HGU tak bisa sekaligus diberikan selama 60 tahun. UUPA mengatur HGU diberikan selama 35 tahun, baru kemudian diperpanjang selama 25 tahun. HGB pun begitu, tak bisa langsung berikan 50 tahun. Tapi harus dicicil, 30 tahun dulu, baru ditambah 20 tahun.

 

Tak Adil

Sementara itu, uji materi UU PM juga diwarnai dissenting opinion atau pendapat berbeda oleh Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan. Hakim yang kerap mengeluarkan dissenting opinion ini menyoroti Pasal 4 ayat (2) huruf a. Pasal itu menyebutkan ......Pemerintah: memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional. Ia mengkritik ketentuan ini sangat tidak adil karena memperlakukan sama dua hal yang berbeda. 

 

Maruarar pun menyebut pembentuk UU tidak konsisten. Karena meski memperlakukan sama antara investor dalam negeri dan investor asing, tapi penyelesaian sengketanya berbeda. Bila ada sengketa antara penanam modal asing dengan pemerintah maka penyelesaiannya melalui arbitrase internasional, ujarnya.

 

Selain itu, Maruarar mengkritik mayoritas rekannya yang tak mempersoalkan perlakuan yang sama ini. Menurutnya, perlakuan yang sama ini tidak logis, karena hak dan kewajiban orang asing dengan WNI memang berbeda. WNI punya kewajiban untuk ikut serta membela negara bila negara dalam keadaan bahaya. Lagipula, lanjutnya, perlakuan berbeda antara WNI dan WNA juga sudah jelas ditegaskan oleh MK dalam Putusan tentang UU Narkotika. WNA kan tidak boleh jadi pemohon judicial review di MK, ungkapnya. 

Usaha berbagai kelompok masyarakat untuk menggerus UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM) melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi perlahan menuai hasil, meski dinilai belum maksimal. Dari sekian banyak pasal-pasal yang dianggap merugikan pemohon, hanya beberapa frase saja yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan ini cukup memuaskan pemohon dari kelompok petani. Putusan ini utamanya hanya menguntungkan klien kami dari kelompok petani saja, ujar kuasa hukum pemohon Patra M Zen usai persidangan di MK, Selasa (25/3).     

 

Putusan MK yang dibaca selama empat jam sepuluh menit oleh sembilan hakim konstitusi ini memang hanya mengusik pasal yang berkaitan dengan pemberian hak-hak atas tanah kepada investor saja. Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengatakan, Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), dan Hak Pakai (HP) tak boleh lagi diperpanjang sekaligus di muka. Pasal 22 ayat (1), ayat (2) dan (4) sepanjang menyangkut kata-kata di muka sekaligus bertentangan dengan UUD 1945, ucapnya saat membaca amar putusan.

 

Sebelum putusan ini diketok, investor memang diperbolehkan untuk memperpanjang hak-hak atas tanah yang telah diperolehnya sekaligus di muka. Contohnya, HGU dapat diperoleh langsung selama 60 tahun karena perpanjangan sekaligus di muka tersebut. Padahal, dalam UU Pokok Agraria, seseorang hanya bisa langsung mendapat HGU selama 35 tahun, baru kemudian diperpanjang untuk jangka waktu 25 tahun.     

 

Mahkamah menilai perpanjangan sekaligus di muka ini mengurangi prinsip penguasaan oleh negara seperti yang tercantum dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Hakim Konstitusi Laica Marzuki mengatakan, hal tersebut mengurangi kewenangan negara untuk melakukan pengawasan dan pengelolaan.

 

Mahkamah, sebelumnya telah memberikan tamsil 'hak menguasai negara' dalam putusan judicial review UU No.20 /2003 tentang Ketenagalistrikan Nomor 001-021-022/PUU-I/2003, UU No.22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Nomor 002/PUU-I/2003, dan Putusan Uji materi UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Nomor 058-059-060-063/PUU-II/2004.

Halaman Selanjutnya:
Tags: