Miliki Potensi Besar di Pasar Fintech, OJK Concern Lindungi Masyarakat
Berita

Miliki Potensi Besar di Pasar Fintech, OJK Concern Lindungi Masyarakat

Teknologi mengubah perilaku dan kepercayaan orang, ini berlaku di sektor keuangan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

“Tentunya tidak boleh melanggar UU yang ada. Jadi bagaimana kaidah-kaidah itu dipahami. Tanpa itu bisa menjadi liar sehingga konsumen merasa tidak dilindungi,” tambahnya.

 

Selanjutnya, Wimboh menjelaskan bahwa semua dimaksudkan agar keinginan konsumen tercapai, maka kebutuhan masyarakat terpenuhi.”Ini merupakan potensi yang sangat luar biasa. Memang tidak semua pihak bisa mendaftar, karena mendaftar perlu ada komitemen, jadi asosiasi fintech sudah sepakat menerapkan itu. Tinggal bagaimana fintech provider melaksanakannya,” ujarnya.

 

Sekali lagi Wimboh menegaskan bahwa perusahaan fintech illegal yang ditutup sudah ada 600 lebih. “Fintech yang kami tutup karena tidak mendaftar ke OJK. Nah, maka segera mendaftar agar jadi legal, Sekarang ini banyak masyarakat yang euphoria dengan pinjaman online. Pinjam itu cepat meskipun mahal, untuk itu sekarang terjadi beberapa assasement, nah makanya jika ada asyarakat yang tidak terlindungi kita panggil orangnya,” tukas Wimboh.

 

Hukumonline.com

 

Sekadar catatan, LBH Jakarta sebelumnya mengungkapkan telah menerima 1.330 pengaduan korban pinjaman online dari 25 Provinsi di Indonesia. Berdasarkan pengaduan yang diterima, LBH Jakarta mendapati setidaknya 14 pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dialami oleh korban aplikasi pinjaman online.

 

Pengacara Publik LBH, Jeanny Silvia Sari Sirait mengatakan bahwa sebagian besar masalah tersebut muncul karena minimnya perlindungan data pribadi bagi pengguna aplikasi pinjaman online. Hal ini terbukti dengan mudahnya penyelenggara aplikasi pinjaman online mendapatkan foto KTP dan foto diri peminjam.

 

Alih-alih verifikasi data peminjam, foto KTP dan foto diri peminjam kemudian disimpan, disebarkan bahkan disalahgunakan oleh penyelenggara aplikasi pinjaman online. Selain itu, LBH Jakarta juga mencatat bahwa penyelanggara aplikasi pinjaman online mengakses hampir seluruh data pada gawai peminjam. Hal ini menjadi akar masalah penyebaran data pribadi dan data pada gawai peminjam, tentu saja hal ini merupakan pelanggaran hak atas privasi.

 

Berdasarkan pengaduan yang diterima oleh LBH Jakarta, 48% pengadu menggunakan 1-5 aplikasi pinjaman online, namun ada juga pengadu yang menggunakan hingga 36-40 aplikasi pinjaman online. Banyaknya aplikasi pinjaman online yang digunakan oleh pengadu disebabkan karena pengadu harus mengajukan pinjaman pada aplikasi lain untuk menutupi bunga, denda atau bahkan provisi pada pinjaman sebelumnya.

Tags: