Meski BPPN Bubar, Pertanggungjawaban Hukum Harus Terus Berlanjut
Utama

Meski BPPN Bubar, Pertanggungjawaban Hukum Harus Terus Berlanjut

Tidak ada kebijakan khusus untuk memberikan perlindungan hukum bagi pejabat BPPN yang terindikasi melakukan perbuatan kriminal dalam menjalankan tugasnya. Yang dilindungi hanya untuk masalah perdata dan mereka yang menjalankan tugasnya dengan itikad baik.

Tri/Leo
Bacaan 2 Menit

Sehingga dari konteks tersebut, perlindungan hukum hanya diberikan sebatas masalah perdata saja. Kalau, sudah terdapat indikasi kriminal, maka yang bersangkutan tidak bisa diberikan perlindungan hukum. Sehingga tidak salah, menurut Lukita, kalau kemudian para aparat penegak hukum melakukan proses hukum terhadap para karyawan maupun para pentingi BPPN yang kemudian diduga telah melakukan tindak pidana.

Sedangkan teka-teki mengenai jumlah pesangon kepada karyawan BPPN yang jumlahnya lebih dari 2000 orang ini akhirnya terjawab, ketika Jumat (27/2) lalu diumumkan besarnya total pesangon Rp237 miliar. Jumlah tersebut hampir mengalahkan total pesangon karyawan PT. Dirgantara Indonesia (Rp280 miliar) yang karyawannya berjumlah 6600 orang.

Untuk level ketua dan wakil ketua BPPN, deputi, sampai staf ahli, jumlah pesangonnya mencapai ratusan juta sampai di atas satu miliar. Jumlah yang sangat fantastis dibandingkan kinerja mereka selama lima tahun yang hanya mampu mengenbalikan tak lebih dari 28 persen dari nilai aset yang dikelola BPPN

Meski Presiden Megawati menganggap bahwa pesangon BPPN wajar, tetapi tetap saja dinilai berbagai kalangan melukai perasaan keadilan. Pasalnya, sebagian pejabat BPPN yang tersebut, ternyata sudah mengamankan diri di berbagai perusahaan. Ketua BPPN misalnya, beberapa waktu lalu tercatat sebagai Komisaris Pertamina, sementara Sumatri Slamet (Wakil Ketua), juga menjadi Komisaris di Bank International Indonesia (BII).

Tidak ada opini

Dari banyak persoalan terhadap kinerja BPPN, ada pula desakan agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secepatnya melaksanakan audit investigatif terhadap BPPN. Sejauh ini, sebagaimana telah dikemukakan Ketua BPK Satrio B. Joedono, instansinya hanya  melakukan audit kinerja.

"Sudah dilakukan, begitu selesai akan kami laporkan. Yang sedang kami lakukan adalah audit mengenai kinerja BPPN, khususnya menyangkut restrukturisasi perbankan, yang saat ini masih dalam tahap penyelesaian," papar Satrio. Namun, soal audit kinerja ini, Satrio mengungkapkan bahwa instansinya tidak mengeluarkan opini.

Audit kinerja sendiri, sebenarnya langkah awal untuk mengetahui keberhasilan BPPN selama lima tahun terakhir ini. Pasalnya, audit kinerja dapat memperlihatkan sejauh mana pencapaian sasaran yang telah dilakukan BPPN. Soal audit kinerja BPPN ini, Satrio menjelaskan bahwa tidak tertutup kemungkinan BPK melakukan audit terhadap neraca penutupan BPPN.

"Pada audit neraca, baru kita mengetahui berapa kemungkinan lost (kerugian) pemerintah. Itu penting, agar pemerintah tahu apa yang ditinggalkan BPPN kepada pemerintah, dalam hal ini Menkeu," ujarnya. Namun, karena sampai saat ini pemerintah belum meminta, maka BPK belum bisa melakukannya.

Banyak pihak mungkin tidak terlalu suprise, kalau kerugian negara akibat penjualan aset maupun dari penyelesaian kewajiban para obligor tidak bakal tertutup. Namun yang terpenting adalah, tanggung jawab hukum harus terus dibebankan seandainya pejabat BPPN yang diberi kepercayaan untuk menyelamatkan aset negara, justru malah jadi penyamun.

Tags: