Menyoal Mekanisme Peradilan Umum atau Militer Dalam Kasus Pembunuhan Warga Aceh
Terbaru

Menyoal Mekanisme Peradilan Umum atau Militer Dalam Kasus Pembunuhan Warga Aceh

Sejatinya, perkara yang melibatkan subjek hukum sipil dan militer secara bersama sudah diatur dalam Pasal 89- Pasal 94 KUHAP sebagai perkara koneksitas.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Kejahatan penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh oknum anggota TNI,  Praka RM -anggota Paspampres-, Praka HS dan Praka J terhadap korban warga Aceh berinisial IM menjadi perhatian publik. Ketiga orang itu yang notabene anggota TNI itu sudah berstatus tersangka dan menjalani pemeriksaan di Pomdam Jaya. Sementara Kepolisian pun menetapkan tiga warga sipil sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Yakni ZHS -kakak ipar Praka RM- dan dua orang penadah barang hasil kejahatan. Aksi kejahatan tersebut menuai kecaman dan desakan agar diberikan sanksi maksimal.

Lantas, bagaimana mekanisme peradilan yang ditempuh jika suatu tindak pidana dilakukan oleh oknum militer yang melibatkan warga sipil?.

Dalam kasus yang melibatkan oknum militer  dan warga sipil terdapat irisanantara peradilan umum dan militer. Walhasil terdapat ketentuan koneksitas sebagaimana diatur dalam Pasal 89-94 UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Pasal 89 ayat (1) menyebutkan, “Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer”.

Sementara penyidikan perkara pidana tersebut dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan polisi militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan oditur militer atau oditur militer tinggi sesuai dengan wewenang mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara pidana. Tim sebagaimana dimaksud dibentuk dengan surat keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri Kehakiman.

Ketentuan koneksitas serupa juga diatur dalam UU No.31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. Pasal 198 ayat 1 menyebutkan, “Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali apabila menurut keputusan Menteri dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer”.

Baca juga:

Kondisi serupa mengenai peradilan umum atau militer terjadi dalam kasus dugaan korupsi pada Basarnas yang terungkap melalui operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam kasus tersebut juga melibatkan perwira tinggi TNI dan swasta.

Tags:

Berita Terkait