Mengurai 3 Masalah dalam RUU Penyiaran
Utama

Mengurai 3 Masalah dalam RUU Penyiaran

Meliputi pemberian kewenangan penanganan sengketa pers kepada KPI, hingga tidak memahami rezim etik dalam pers.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Begitu juga dengan perlindungan anak, harusnya platform dan penyiaran menjalankan aturan yang sama. Tapi faktanya kedua medium itu berbeda misalnya media sosial menganggap usia 13 sudah masuk kategori dewasa, bukan anak.

Tapi bukan berarti antara platform dan media yang umum seperti penyiaran harus diatur dalam aturan yang sama. Pria yang disapa Wens itu menjelaskan untuk mengatur hal tersebut di luar negeri menggunakan UU tentang Layanan Digital (Digital Service Act). Selain itu semua platform yang ada di Indonesia harus mematuhi seluruh regulasi yang berlaku di Indonesia.

“Kekuatan bisnis platform ada di data, ketika dia tidak mendapat data yang presisi kekuatan iklannya juga lemah,” bebernya.

Direktur Remotivi, Yoviantra Arief, menyoroti soal keragaman kepemilikan dan konten dalam RUU Penyiaran. Menurutnya kepemilikan perusahaan penyiaran harus beragam dan jangan hanya terpusat di Jakarta. Industri penyiaran di daerah harus diberi peluang sehingga stasiun TV berbasis di Jakarta yang ingin siaran sampai ke daerah harus menjalin kerjasama dengan stasiun TV daerah.

“Sebagai upaya agar TV lokal bertumbuh,” usulnya.

Arief mengingatkan Pasal 18 UU 32/2002 membatasi pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau satu badan hukum. Begitu pula kepemilikan silang antar lembaga penyiaran swasta penyiaran radio dan TV, media cetak, dan lembaga penyiaran swasta lainnya. Tapi ketentuan yang mencegah monopoli itu dihapus dalam RUU Penyiaran.

Tags:

Berita Terkait