Mengurai 3 Masalah dalam RUU Penyiaran
Utama

Mengurai 3 Masalah dalam RUU Penyiaran

Meliputi pemberian kewenangan penanganan sengketa pers kepada KPI, hingga tidak memahami rezim etik dalam pers.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Yadi menghitung, sedikitnya ada 3 masalah utama RUU Penyiaran. Pertama, memberikan kewenangan penyelesaian sengketa jurnalistik kepada KPI. Kedua, mengambil dan mengatur proses pembuatan dan penyajian produk jurnalistik yang menjadi kewenangan Dewan Pers sebagaimana mandat UU No.40 Tahun 1999 tentang Pers. Ketiga, tidak memahami pers adalah rezim etik. Dewan Pers berperan sebagai penegak etika pers, bukan memberi penghukuman yang ujungnya memberangus pers.

Dewan Pers berbeda dengan KPI yang sifatnya regulator, di mana anggotanya dipilih DPR. Sekalipun disebut sebagai lembaga independen, KPI tidak lepas dari kendali rezim, dan tidak menggunakan instrumen etik seperti Dewan Pers.

Kewenangan KPI, menurut Yadi harusnya mengawasi ketat lembaga survei pemeringkatan. Ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 8a poin I dan k RUU Penyiaran sudah cukup baik. Ketentuan itu intinya melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemeringkatan tingkat kepemirsaan yang diselenggarakan lembaga pemeringkatan. Serta melakukan audit terhadap pelaksanaan pemeringkatan tingkat kepemirsaan yang diselenggarakan lembaga pemeringkatan melalui lembaga audit independen.

RUU Penyiaran mestinya memperkuat sinergi antara pemerintah, KPI, Dewan Pers dalam menciptakan iklim penyiaran dan jurnalistik televisi yang sehat. Bukan malah mengambil alih kewenangan Dewan Pers dan mengatur Pers. Kemudian memperkuat lembaga penyiaran publik sehingga berkualitas. Termasuk memperkuat pengawasan publik terhadap isi penyelenggaraan siaran dan memperkuat organisasi profesi.

Perlu direvisi

Komisioner KPI, I Made Sunarsa, mengatakan UU 32/2002 perlu direvisi karena sudah tertinggal sehingga tidak selaras perkembangan di masyarakat. Selain itu beberapa UU mengamputasi kelembagaan KPI misalnya UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, tidak memasukan KPI Daerah sebagai hirarki KPI Pusat.

Hukumonline.com

Komisioner KPI, I Made Sunarsa dan Direktur Remotivi, Yoviantra Arief. Foto: HFW

Kemudian kewenangan KPI juga diamputasi sebagian melalui UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sekarang diubah menjadi UU No.6 Tahun 2023. Sebelumnya KPI punya kewenangan untuk melakukan evaluasi sebelum siaran televisi tayang.  “Sekarang ada tv yang muncul tanpa diketahui KPI,” ujarnya.

Chief Content Officer Kapanlagi Youniverse, Wenseslaus Manggut, UU 32/2002 perlu direvisi dalam rangka memberikan aturan main yang setara (level playing field). Misalnya dalam platform iklan rokok relatif lebih bebas dibandingkan penyiaran. Sebab aturannya penyiaran tidak boleh menayangkan orang yang sedang merokok.

Tags:

Berita Terkait