Mengintip Substansi RUU Larangan Minuman Beralkohol
Berita

Mengintip Substansi RUU Larangan Minuman Beralkohol

Terdapat 14 poin yang diatur. Antara lain pendirian industri, produksi, perizinan dan mekanisme produksi Minol, hingga larangan dan sanksi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit

Sebagai salah satu pengusul RUU Larangan Minol, Ahmad Syafii melanjutkan terdapat Peraturan Presiden (Perpres) No.74 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan regulasi lain yang tersebar di banyak peraturan. “Tapi pengaturannya belum paripurna, dan tak ada sanksi pidana. Kita ingin peraturan yang berserakan itu supaya efektif kita masukan saja dalam RUU ini. Kita harus tuntaskan periode ini agar ada legacy,” ujar anggota Komisi III itu.

Anggota Baleg Supriansa menilai Perpres 74/2013 hanya lingkup pengawasan. Materi muatan RUU Larangan Minol perlu sesuatu baru yang tak terdapat dalam aturan lain terkait pengendalian, pengawasan, ataupun pelarangan Minol. Karena itu, RUU tersebut menjadi upaya mengeruncutkan banyak aturan menjadi satu. “Supaya tidak membingungkan. Kalau mau dibuat RUU ini harus ada spesifik di dalam dan di luar yang diatur dalam Perpres 74/2013. Ini harapan saya, supaya TA menyusun dengan baik ada yang spesifik,” katanya.

Pandangan serupa disampaikan Wakil Ketua Baleg Nurdin. Menurutnya, materi muatan yang disusun Tim Ahli Baleg tak semuanya mengatur pelarangan, tapi juga pengendalian dan pembatasan. Oleh karenanya, Nurdin mengusulkan perubahan judul dengan pengaturan Minol. Seperti pengaturan pembahasan perizinan, hingga Minol tradisional.

“Kita tahu banyak industri-industri minuman. Seperti Minol tradisional di Bali itu beralkohol. Jadi supaya materi muatan dilengkapi dengan laiinnya, bukan hanya saja larangan,,” katanya.

Pengaturan rehabilitasi

Anggota Baleg ledia Hanifa berpandangan perlu pula mengatur soal rehabilitasi bagi para pecandu alkohol. Menurutnya, rehabilitasi menjadi upaya perlindungan bagi masyarakat. Maklum, kejahatan atau kriminal jalanan pun kerap terjadi akibat mengkonsumsi alkohol berlebihan. Bagi pecandu alkohol menjadi penyakit yang perlu disembuhkan.

Baginya, pengaturan dalam RUU Larangan Minol tak melulu soal pengaturan, pengendalian dan maupun pelarangan. Namun melihat dari aspek pemulihan kesehatan para pecandu alkohol dengan merehabilitasi. Karenanya, Ledia mendorong agar Tmi Ahli merumuskan pengaturan soal rehabilitasi bagi pencandu alkohol. “Rehabilitasi itu sebagai upaya mengobati kecanduan alkohol,” katanya.

Di ujung rapat, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menilai dinamika perdebatan pandangan dalam pembahasan menjadi hal lumrah. Intinya, semua pihak menyepakati Minol perlu diatur dan dibatasi. Menurutnya, yang hendak diatur dalam RUU agar Minol tak sampai dijual bebas ke anak-anak di bawah usia.

Dia membandingkan dengan banyak negara maju, membeli rokok tak semudah di Indonesia. Apalagi kalangan yang belum diperbolehkan menghisap asap rokok. Di Indonesia sebenarnya aturannya telah bagus, hanya saja belum konsisten. Apalagi penegakan sanksinya belum merata. Dalam konteks Minol, perlu pembatasan usia yang tak boleh mutlak mengkonsumsi atau membeli Minol.

“Soal rehabilitasi memang belum masuk dalam rumusan aturan yang disusun Tim Ahli Baleg,” kata Supratman.  

Supratman melihat terdapat banyak orang mengkonsumsi alkohol yang berujung candu. Secara klinis, orang yang kecanduan Minol masuk kategori sakit. Karena itu, perlu diperbaiki dari aspek perilaku dan kesehatannya. “Harus direhabilitasi, salah satu tujuan dari RUU ini. Kalau ini berjalan, judulnya diganti bukan pelarangan tapi pembatasan,” usulnya.

Tags:

Berita Terkait