Mengintip Substansi RUU Larangan Minuman Beralkohol
Berita

Mengintip Substansi RUU Larangan Minuman Beralkohol

Terdapat 14 poin yang diatur. Antara lain pendirian industri, produksi, perizinan dan mekanisme produksi Minol, hingga larangan dan sanksi.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Baleg DPR mulai membahas Rancangan Undang-Undang tentang Larangan Minuman Beralkohol (RUU Minol). Ada 14 poin yang termuat dalam RUU Minol yang sudah dipaparkan Tim Ahli. Tapi, Tim Ahli tetap perlu mendapat banyak masukan dan saran dari banyak pemangku kepentingan.  

Tenaga Ahli Baleg DPR Abdullah Mansyur mengatakan pengaturan RUU Larangan Minuman Beralkohol memuat soal larangan atau pengendalian, pembatasan Minol impor dan tarif cukai tinggi. Kemudian dukungan pengembangan Minol tradisional/lokal yang peruntukannya diekspor dan kawasan wisata/perdagangan khusus/terbatas. Selain itu, penegakan hukum terhadap produksi, distribusi, dan perdagangan Minol.

“Termasuk dampak atau akibat sosial dari Minol,” ujar Abdullah Mansyur dalam rapat Pleno di ruang Baleg DPR, Senin (5/4/2021). (Baca Juga: Publik Diminta Fokus Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol)

Dia melanjutkan materi muatan RUU tersebut setidaknya memuat 14 poin. Pertama, soal definisi Minol. Kedua, jenis, golongan dan kadar Minol. Ketiga, pendirian industri, produksi, perizinan dan mekanisme produksi Minol. Keempat, pembatasan impor Minol.Kelima, dukungan pengembangan Minol tradisional/lokal.

Keenam, distribusi dan perdagangan Minol. Ketujuh, cukai dan pajak Minol. Kedelapan, pengawasan dan penanganan atas dampak yang ditimbulkan oleh Minol. Kesembilan,pengembangan Minol untuk industri lain. Kesepuluh, tugas, kewenangan dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah. Kesebelas, larangan dan sanksi. Keduabelas, partisipasi masyarakat. Ketigabelas, ketentuan pidana. Keempatbelas, ketentuan penutup.

Anggota Baleg DPR, Ahmad Syafii mengatakan rumusan materi muatan RUU Larangan Minol yang disusun Tim Ahli Baleg telah sesuai. Hanya saja, perlu pendalaman satu dan lainnya. Misalnnya, perlu ada pengaturan pembatasan usia yang diperbolehkan mengkonsumsi Minol. “Batasan usia semestinya jelas dan gamblang dalam pasal, bukan dalam penjelasan,” kata Ahmad Syafii.

Perlu memperjelas lokasi teritorial pada destinasi tertentu yang diperbolehkan mengkonsumsi Minol. Misalnya hotel atau restoran seperti apa yang diperbolehkan menjual Minol agar lebih spesifik. “Harus ada jarak antara tempat penjualan dengan rumah ibadah apapun. Kami mendorong RUU ini agar segera dibahas dan disahkan menjadi UU dan diberlakukan,” pintanya.

Sebagai salah satu pengusul RUU Larangan Minol, Ahmad Syafii melanjutkan terdapat Peraturan Presiden (Perpres) No.74 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol dan regulasi lain yang tersebar di banyak peraturan. “Tapi pengaturannya belum paripurna, dan tak ada sanksi pidana. Kita ingin peraturan yang berserakan itu supaya efektif kita masukan saja dalam RUU ini. Kita harus tuntaskan periode ini agar ada legacy,” ujar anggota Komisi III itu.

Anggota Baleg Supriansa menilai Perpres 74/2013 hanya lingkup pengawasan. Materi muatan RUU Larangan Minol perlu sesuatu baru yang tak terdapat dalam aturan lain terkait pengendalian, pengawasan, ataupun pelarangan Minol. Karena itu, RUU tersebut menjadi upaya mengeruncutkan banyak aturan menjadi satu. “Supaya tidak membingungkan. Kalau mau dibuat RUU ini harus ada spesifik di dalam dan di luar yang diatur dalam Perpres 74/2013. Ini harapan saya, supaya TA menyusun dengan baik ada yang spesifik,” katanya.

Pandangan serupa disampaikan Wakil Ketua Baleg Nurdin. Menurutnya, materi muatan yang disusun Tim Ahli Baleg tak semuanya mengatur pelarangan, tapi juga pengendalian dan pembatasan. Oleh karenanya, Nurdin mengusulkan perubahan judul dengan pengaturan Minol. Seperti pengaturan pembahasan perizinan, hingga Minol tradisional.

“Kita tahu banyak industri-industri minuman. Seperti Minol tradisional di Bali itu beralkohol. Jadi supaya materi muatan dilengkapi dengan laiinnya, bukan hanya saja larangan,,” katanya.

Pengaturan rehabilitasi

Anggota Baleg ledia Hanifa berpandangan perlu pula mengatur soal rehabilitasi bagi para pecandu alkohol. Menurutnya, rehabilitasi menjadi upaya perlindungan bagi masyarakat. Maklum, kejahatan atau kriminal jalanan pun kerap terjadi akibat mengkonsumsi alkohol berlebihan. Bagi pecandu alkohol menjadi penyakit yang perlu disembuhkan.

Baginya, pengaturan dalam RUU Larangan Minol tak melulu soal pengaturan, pengendalian dan maupun pelarangan. Namun melihat dari aspek pemulihan kesehatan para pecandu alkohol dengan merehabilitasi. Karenanya, Ledia mendorong agar Tmi Ahli merumuskan pengaturan soal rehabilitasi bagi pencandu alkohol. “Rehabilitasi itu sebagai upaya mengobati kecanduan alkohol,” katanya.

Di ujung rapat, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas menilai dinamika perdebatan pandangan dalam pembahasan menjadi hal lumrah. Intinya, semua pihak menyepakati Minol perlu diatur dan dibatasi. Menurutnya, yang hendak diatur dalam RUU agar Minol tak sampai dijual bebas ke anak-anak di bawah usia.

Dia membandingkan dengan banyak negara maju, membeli rokok tak semudah di Indonesia. Apalagi kalangan yang belum diperbolehkan menghisap asap rokok. Di Indonesia sebenarnya aturannya telah bagus, hanya saja belum konsisten. Apalagi penegakan sanksinya belum merata. Dalam konteks Minol, perlu pembatasan usia yang tak boleh mutlak mengkonsumsi atau membeli Minol.

“Soal rehabilitasi memang belum masuk dalam rumusan aturan yang disusun Tim Ahli Baleg,” kata Supratman.  

Supratman melihat terdapat banyak orang mengkonsumsi alkohol yang berujung candu. Secara klinis, orang yang kecanduan Minol masuk kategori sakit. Karena itu, perlu diperbaiki dari aspek perilaku dan kesehatannya. “Harus direhabilitasi, salah satu tujuan dari RUU ini. Kalau ini berjalan, judulnya diganti bukan pelarangan tapi pembatasan,” usulnya.

Tags:

Berita Terkait