Mengintip Sistem Manajemen Hakim di Negara Lain
Berita

Mengintip Sistem Manajemen Hakim di Negara Lain

Seperti di AS, Jerman, Perancis, Jepang, dan Turki sebagian telah menerapkan sistem shared responsibility dalam manajemen hakim yang melibatkan lembaga di luar kekuasaan kehakiman.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Pemilihan hakim tingkat negara bagian ada lima cara yakni pemilihan non-partisan (afiliasi partai dicantumkan pada kertas suara); pemilihan  partisan (afiliasi partai dicantumkan pada surat suara); pengangkatan oleh gubernur negara bagian; pemilihan oleh badan legislatif negara bagian dan seleksi yang berbasis Judicial Commission dengan tujuan mengurangi pengaruh politik dalam rekrutmen hakim.

 

Misalnya, pada era pemerintahan George W. Bush, Departemen Kehakiman AS tak luput dari politisasi pemerintah demi tujuan keamanan nasional. Akan tetapi, Kongres MA AS menolak politisasi itu dan menegaskan independensi birokrasi di Departemen Kehakiman. “Karenanya, ada pemisahan badan eksekutif antara pemerintah sebagai kepemimpinan politik dan administrasi kementerian sebagai badan independen,” kata dia.

 

Sedangkan di Jerman, kata dia, Kekuasaan kehakiman dipegang oleh hakim yang dilaksanakan oleh MK, peradilan-peradilan federal, dan peradilan negara bagian. Artinya, kekuasaan kehakiman diberikan sepenuhnya kepada hakim, bukan kepada pengadilan secara kelembagaan, dimana hakim harus tunduk pada hukum, bukan tunduk pada perintah atau pihak lain yang diperkuat jaminan independensi secara personal kepada hakim.

 

“Hakim hanya dapat diangkat, diberhentikan, dipindahkan, atau dipurnatugaskan hanya berdasarkan UU. Ada model pembagian urusan peradilan dan urusan administrasi yang berlaku di Jerman. Hakim-hakim di negara bagian secara tradisional diseleksi dan diangkat oleh menteri kehakiman dan departemen masing-masing negara bagian,” lanjutnya.

 

Di Perancis, lanjutnya, kekuasaan kehakiman (yudisial) memiliki kedudukan yang lebih rendah dibanding kekuasaan eksekutif dan legislatif. Hal ini terjadi, akibat tradisi panjang ketidakpercayaan masyarakat terhadap pengadilan di Perancis. Meski demikian, konstitusi Perancis menetapkan adanya kewenangan yudisial yang pelaksanaannya dibantu oleh satu badan ie counseil superierur de ia megistrature atau Dewan Tinggi Kehakiman, suatu badan yang serupa dengan KY di Indonesia.

 

“KY Perancis ini untuk menyekat keputusan pemerintah dalam menentukan karir hakim, memiliki kewenangan dalam pengangkatan hakim, serta penanganan disiplin dan kode etik hakim.”

 

Sementara, Natsir Jamil berpendapat kekuasaan kehakiman di Indonesia harus diawasi dan dibatasi, agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Tak hanya manajemen hakimnya, tapi hakim itu sendiri untuk dapat dievaluasi seperti hakim MK. “Selama ini hakim menjalankan tugas teknis yudisial, tidak bisa diawasi oleh KY,” kata Jamil. (Baca Juga: MA Tegaskan Sistem Satu Atap ‘Harga Mati’)

Tags:

Berita Terkait