Mengintip Memori Kasasi Terdakwa BLBI yang Diputus Lepas
Berita

Mengintip Memori Kasasi Terdakwa BLBI yang Diputus Lepas

Dalam memori kasasinya, Syafruddin melalui para kuasa hukumnya menyebut kasus ini ranah perdata atau administrasi.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

 

Namun, secara umum ada tiga pendapat berbeda dari masing-masing hakim agung yang dua diantaranya yaitu hakim agung ad hoc Syamsul Rakan Chaniago menganggap perbuatan Syafruddin merupakan ranah perdata dan Mohamad Askin berpendapat hal itu merupakan perbuatan administrasi. Hanya Salman Luthan selaku ketua majelis yang setuju dengan hakim tinggi dan hakim tipikor jika Syafruddin melakukan korupsi.  

 

Perbuatan perdata

Dua pendapat hakim agung soal perbuatan Syafruddin masuk lingkup hukum perdata dan administrasi ternyata memang tertera dalam memori kasasi. Dalam dokumen yang diterima Hukumonline, TPH memang memasukkan alasan tersebut. TPH Syafruddin menganggap Pengadilan Tipikor Jakarta dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak mempertimbangkan sejumlah aspek bahwa perkara ini merupakan perkara perdata, bukan pidana termasuk korupsi. 

 

"Bahwa judex factie, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak berwenang atau melampaui batas wewenang karena semua alasan-alasan yang dikemukakan Pemohon Kasasi/Terdakwa merupakan fakta hukum yang sama sekali tidak pernah dipertimbangkan, tidak cukup dipertimbangkan, serta salah dipertimbangkan oleh judex factie Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dengan adanya fakta hukum sejatinya perkara a quo termasuk ranah hukum perdata," kata TPH Syafruddin dalam memori kasasinya. 

 

Menurutnya, Perjanjian MSAA-BDNI (Master Settlement Acquisition Agreement-Bank Dagang Nasional Indonesia) adalah Perjanjian Perdata yang dibuat negara dalam hal ini diwakili oleh BPPN dengan Pemegang Saham Pengendali PT BDNI. Yaitu Sjamsul Nursalim untuk menyelesaikan masalah BLBI BDNI secara perdata berdasarkan prinsip dalam Pasal 1320 KUHPerdata.

 

Menurut TPH, Sjamsul Nursalim telah sepakat dan mengikatkan diri untuk membayar kewajiban Bank Rp28,408 triliun akan diselesaikan sebagai JKPS serta telah mengakui dan sepakat cara penyelesaian atau pembayaran atas Kewajiban PT BDNI yang dibebankan kepadanya.

 

Dokumen hukum MSAA sebagai perjanjian perdata merupakan tindak lanjut atau realisasi dari kesepakatan yang dibuat Pemerintah dan Pemegang Saham Pengendali dalam rnembuat membuat perjanjian Out Of Court Settlement berupa MSAA yang diterjemahkan menjadi Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS). Baca Juga: Syafruddin Divonis Lepas, Ketua Majelis Kasasi Dissenting

 

Dalam perkara a quo untuk BDNI, dibuat perjanjian MSAA tanggal 21 September 1998 yang isinya perjanjian Sjamsul Nursalim diminta membayar sisa kewajiban BLBI sebesar Rp 28,4 triliun. Untuk itu, ia berjanji akan menyerahkan uang setara tunai Rp1 triliun ditambah saham 12 perusahaan yang dinilai sebesar Rp27,4 triliun, termasuk saham Perusahaan Inti Dipasena sebesar Rp 19,9 triliun.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait