Mengintip Isi Klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja
Berita

Mengintip Isi Klaster Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja

Ada 4 UU yang terdampak dalam klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja yakni UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS; dan UU No.18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

UU Cipta Kerja pun menghapus Pasal 158 UU Ketenagakerjaan yang sebelumnya mengatur tentang kesalahan berat yang dapat dijadikan alasan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). UU Cipta Kerja juga menghapus sejumlah ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan yang mengatur tentang alasan PHK dan besaran kompensasinya. Misalnya, menghapus Pasal 162 UU Ketenagakerjaan yang mengatur buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri memperoleh uang penggantian hak dan uang pisah.

Begitu pula alasan PHK karena perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan sebagaimana diatur dalam Pasal 163 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan. UU Cipta Kerja menghapus ketentuan ini berikut besaran kompensasi pesangon yang dapat diterima buruh baik jumlahnya satu atau dua kali ketentuan. Hal serupa juga menghapus ketentuan PHK lain, seperti Pasal 166 yang sebelumnya mengatur PHK karena buruh meninggal dunia, ahli warisnya mendapatkan kompensasi pesangon sebesar 2 kali ketentuan.

UU Cipta Kerja menyisipkan 13 pasal dalam UU Ketenagakerjaan meliputi Pasal 61A, 88A, 88B, 88C, 88D, 88E, 90A, 90B, 92A, 151A, 154A, 157A, dan 191A. Misalnya, Pasal 61A mengatur ada kompensasi bagi buruh PKWT yang berakhir kontraknya. Pasal 88B mengatur upah ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil. Pasal 90B, menegaskan upah minimum tidak berlaku untuk usaha mikro dan kecil yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Tak hanya itu, UU Cipta Kerja mengubah 1 pasal dan menyisipkan 5 pasal dalam UU SJSN. Dengan mengubah Pasal 18 UU SJSN, UU Cipta Kerja menambahkan satu program jaminan sosial yakni Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Kemudian 5 pasal yang disisipkan dalam UU SJSN yakni Pasal 46A, 46B, 46C, 46D, 46E, intinya mengatur tentang penyelenggaraan program JKP. “Pekerja/buruh yang mengalami PHK berhak mendapatkan JKP,” begitu bunyi Pasal 46A ayat (1) UU Cipta Kerja ini.

Masih terkait program JKP, UU Cipta Kerja mengubah 3 pasal UU BPJS yakni Pasal 6, 9, dan 42. Perubahan Pasal 6 ayat (2) UU BPJS mengamanatkan BPJS Ketenagakerjaan sebagai penyelenggara JKP. Pasal 42 menyebutkan modal awal program JKP sebesar Rp2 triliun berasal dari APBN.

Masih terkait klaster ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja mengubah Pasal 1, 51, 53, dan 57 serta menyisipkan Pasal 89A dalam UU PPMI. UU Cipta Kerja mengubah Pasal 1 angka 9 dan Pasal 16 UU PPMI dengan mengganti kata “Menteri” menjadi “Pemerintah Pusat”. UU Cipta Kerja mengubah Pasal 57 UU PPMI yang sebelumnya mengatur berbagai persyaratan untuk Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia. Misalnya, menghapus Pasal 57 ayat (1) UU PPMI yang mengatur jangka waktu Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (SIP3MI).

 

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait