Mengawasi Pengawas Pemilihan
Kolom

Mengawasi Pengawas Pemilihan

​​​​​​​Idealnya, ruang penilaian atas sisi materiil rekomendasi Bawaslu/Panwas harus dimaknai merupakan ranah pengadilan.

Bacaan 2 Menit

 

Proses penilaian terhadap temuan/laporan oleh Panwas/Bawaslu dilaksanakan dalam bentuk pemeriksaan-penelitian-kajian hingga menghasilkan rekomendasi. Alur proses ini memastikan kebenaran formil maupun materiil yang dituju atas penanganan temuan/laporan terpenuhi. Olehnya itu, rekomendasi sebagaimana norma pasal 139 UU 1 Tahun 2015  bersifat mengikat-wajib ditindaklanjuti oleh KPU Prov/Kab/Kota.

 

Pada tahap itu Bawaslu/Panwas diberi kewenangan secara fullbody temasuk memanggil-minta keterangan dari pelapor/terlapor dan pihak-pihak kompeten untuk membuat terang duduk suatu peristiwa hukum guna menemukan/pemenuhan kebenaran formil dan materiil atas laporan dugaan pelanggaran (Perbawaslu 14/2017).

 

KPU dalam menindaklanjuti rekomendasi Bawaslu/Panwas berdasar pada pasal 140 UU No.1 Tahun 2015, dengan instrument operasional yakni PKPU 13 Tahun 2014 Jo PKPU 25 Tahun 2013. Pada  norma pasal 18 PKPU 13/2014 mensyaratkan bagi KPU untuk mencermati dan mengkaji untuk mengambil keputusan, sebagai tindak lanjut atas rekomendasi . Konsekuensi atas kewenangan KPU berdasar  PKPU 13 Tahun 2014 sebagaimana perubahan atas Pasal 18 PKPU 25 Tahun 2013, menegasi fungsi pengawasan Panwas yang notabene muruahnya adalah lembaga pengawas yang output rekomendasinya berdasar pada proses kajian (formil dan materiil).

 

Mekanisme pengkajian materil terhadap rekomendasi Panwas oleh KPU merupakan bentuk pengawasan KPU terhadap kinerja Panwas (vide : pasal 18 PKPU 13 Tahun 2014). Secara sederhana dapat dimaknai bahwa KPU mengawasi kinerja Panwas, melakukan kajian materil atas kajian materil Panwas. Tentu ahistoris terhadap muruah lahirnya kelembagaan ini. Terlihat ada sebuah ambiguitas kewenangan pada KPU sebagai penyelenggara yang kinerjanya diawasi oleh Bawaslu/panwas, malah turut mengawasi-koreksi produk materil Panwas.

 

Konsekuensi lanjutan atas pemeriksaan materil diatas adalah masuknya campur tangan Kemendagri/instititusi eksekutif yang berkompeten lainnya dalam menilai kinerja Panwas. Dalam Kasus Palopo, yang terjadi adalah kinerja Panwas diperiksa oleh KPU dengan melibatkan pemeriksaan dari Kemendagri. Kewenangan KPU turut merangkul fungsi Kemendagri dalam mengawasi produk materiil rekomendasi Panwas.

 

Jika melihat prespektif prosedural, tentu tidak ada masalah sebab sesuai mekanismenya berdasar regulasi (vide : pasal 18 PKPU 13 Tahun 2014), namun jika menelaah fungsi kewenangan masing-masing kelembagaan akan ditemukan pelbagai kejanggalan, baik dari sisi azas efektifitas dan kepastian hukum. Hal mana  dari prespektif kewenangan KPU yang notabene bukan lembaga pengawas, menilai hasil kerja Panwas, dan diperparah dengan merangkul fungsi Kemendagri (khusus pemenuhan norma pasal 71 ayat (2) dan (3) UU Pilkada) hingga keduanya menjadi “penumpang gelap” dalam menilai rekomendasi Panwas.

 

Materiil Mengikat

Secara substansi ius constitutum, berkaitan dengan sifat rekomendasi sebagaimana ketentuan Pasal 139 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 (UU/1/2015), hemat penulis dapat dimaknai sama mengikatnya dengan putusan ajudikasi bagi KPU. Yang diatur/dimintakan oleh UU/1/2015 sebagaimana pasal 139 ayat (2) dan (3) berkaitan dengan tindak lanjut adalah menyangkut tata cara pelaksanaan rekomendasi tersebut. Jadi PKPU hanya mengatur sisi formil pelaksanaan rekomendasi, tidak boleh masuk pada sisi materiil rekomendasi a quo.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait