Mengatasi Perubahan Lanskap Perpajakan Secara Global
Berita

Mengatasi Perubahan Lanskap Perpajakan Secara Global

Terjadi perubahan yang besar pada sistem perpajakan internasional yang berpengaruh secara signifikan terhadap sistem perpajakan nasional di masing-masing negara.

CT-CAT
Bacaan 2 Menit

 

Dengan demikian, Proyek Anti-BEPS sesungguhnya berupaya menyelesaikan hampir seluruh persoalan yang ada dalam sistem pajak internasional saat ini, mulai dari kompetisi pajak, kurangnya koordinasi, penghindaran pajak dan perencanaan pajak yang agresif, perilaku perusahaan multinasional, sistem yang adil, serta penerimaan pajak. Proyek Anti-BEPS juga bermaksud untuk memberikan kepastian, mengurangi sengketa, memberikan keadilan dan konsistensi dari sistem pajak internasional.

 

Jadi, dilema yang terjadi di era digital economy dan globalisasi sekarang ini terletak pada kecenderungan otoritas pajak di berbagai negara yang mengalami asymmetric information sehingga kapabilitasnya makin lemah. Masing-masing negara melengkapi aturannya untuk menghadapi isu itu. Tidak cukup sampai di situ, negara-negara juga melakukan bilateral tax agreement hingga membangun kerja sama perpajakan bilateral.

 

Upaya bilateral juga masih belum cukup untuk menyelesaikan permasalahan perpajakan global. Maka diperlukan kolaborasi internasional. Kita perlu bersama-sama menyelesaikan permasalahan global, tidak cukup dengan bilateral apalagi unilateral. Dari kolaborasi internasional ini tentu diharapkan adanya konsensus atau kesepakatan bersama dalam menghadapi permasalahan global. Setelah menghasilkan konsensus, perlu ada komitmen masing-masing negara yurisdiksi untuk menerapkan kesepakatan bersama tersebut ke dalam regulasi domestiknya.

 

Lanskap perpajakan global mulai mengalami pergeseran fundamental, Tepatnya sejak G-20 Leader Summit di London tahun 2009. Dalam pertemuan puncak para pemimpin dunia termasuk Indonesia itu, ditegaskan bahwa era kerahasiaan perbankan sudah berakhir. Sejak itulah peta perpajakan global mengalami pergeseran. Artinya para pemimpin dunia sudah tidak bisa lagi menoleransi karena mereka yang pertama merasakan basis pemajakannya digerogoti oleh aksi aggressive tax planning.

 

Pertukaran informasi sendiri bisa dilakukan oleh otoritas pajak di berbagai negara. Pertama, pertukaran informasi berdasarkan permintaan (by request). Ini bisa dari dalam ke luar atau sebaliknya. Misalnya DJP melakukan pemeriksaan terhadap sebuah perusahaan penanaman modal asing (PMA) dari Singapura yang melakukan transaksi dengan WP Indonesia. Pemeriksa DJP tidak mengetahui dengan pasti kebenaran transaksi yang dilaporkan. Maka DJP melalui direktorat perpajakan internasional dapat berkirim surat kepada otoritas pajak Singapura untuk minta klarifikasi. Pihak Singapura akan menjawab dalam maksimum 90 hari.

 

Kedua, automatic exchange of Information (AEOI) yang dilaksanakan September 2018. Indonesia sudah lulus ujiannya dan kita terus melakukan persiapan. Dalam pertukaran informasi secara automatic, maksudnya tanpa diminta Indonesia akan mengirimkan data atau informasi mengenai WP Indonesia kepada otoritas pajak negara yang membutuhkan. Data-data yang dipertukarkan adalah data keuangan WP, yakni identitas si pemilik rekening, identitas rekening itu sendiri, identitas lembaga keuangan dari rekening, saldo rekening, dan pendapatan yang diperoleh dari rekening itu.

 

Terakhir, spontaneous exchange of information. Misalnya, suatu negara melakukan kegiatan dan memperoleh data informasi dari kegiatan itu. Data itu dikirim ke negara mitra secara spontan. Contohnya orang Indonesia yang belanja barang mewah di luar negeri. Data transaksi dari toko tempat belanja itu akan masuk ke kantor pajak, disortir, lalu dikirim ke kantor pajak negara terkait secara online. Data informasi itu harus dijaga kerahasiaannya oleh kantor pajak. Inilah upaya-upaya untuk menangkal praktik penghindaran pajak yang sudah sangat agresif. Bahkan negara sebesar Amerika Serikat dan Jepang tidak sanggup menghadapinya sendiri. Persoalan global ini mesti dihadapi secara bersama-sama.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI).

Tags:

Berita Terkait