Menganut Prinsip Retroaktif, Perjanjian MLA Indonesia-Swiss Sah Ditandatangani
Berita

Menganut Prinsip Retroaktif, Perjanjian MLA Indonesia-Swiss Sah Ditandatangani

Perjanjian terdiri dari 39 pasal, yakni mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Baca:

 

Usai ditekennya Perjanjian MLA antara Indonesia-Swiss, Menkumham berharap dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat segera meratifikasi perjanjian MLA ini. Supaya dimanfaatkan oleh para penegak hukum di Indonesia dan instansi terkait lainnya. Sebelumnya bersama negara ASEAN, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran. Sedangkan bagi Swiss, perjanjian MLA ini yang ke-14 ditandatangani bersama negara non Eropa.

 

Rupanya, sebelum Perjanjian MLA antara Indonesia-Swiss resmi diteken. Kedua negara sebanyak dua kali gelar pertemuan membahas perjanjian itu. Pertama kali dilakukan di Bali pada 2015. Lalu kedua kalinya pada 2017 di Bern, Swiss untuk menyelesaikan pembahasan pasal-pasal yang belum disepakati pada perundingan pertama kali.

 

Kedua perundingan tersebut sebelumnya dipimpin Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Cahyo Rahadian Muzhar. Cahyo kini menjabat sebagai Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham. Saat itu, Cahyo mengatakan, kesepakatan ini merupakan terobosan positif penegakan hokum di Indonesia serta kerja sama antar kedua negara.

 

Melalui Perjanjian MLA ini, Indonesia dan Swiss bisa saling bertukar informasi mengenai dugaan tindak pidana yang dilakukan orang tertentu dan berkaitan dengan kedua negara. Perjanjian ini juga menjadi peringatan bagi para koruptor, pengemplang pajak, dan sindikat narkotika untuk tidak mengalirkan dana yang diduga hasil dari kejahatan ke Swiss. Dengan perjanjian ini, ada solusi terhadap masalah yurisdiksi dalam penegakan hukum. Aparat penegak hukum Indonesia semakin mudah mengakses informasi tentang pelarian aset hasil kejahatan ke Swiss.

Tags:

Berita Terkait