Mengancam Bunuh Presiden dengan Warga Negara Biasa, Apa Bedanya?
Utama

Mengancam Bunuh Presiden dengan Warga Negara Biasa, Apa Bedanya?

Tanpa adanya indikasi bahwa ancaman tersebut memang akan dilaksanakan maka belum bisa dikatakan ucapan tersebut sebagai perbuatan makar untuk bisa membunuh presiden.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: DPR-Pemerintah Pertahankan Pasal Penghinaan Presiden dalam RKUHP)

 

Akan tetapi, Ia mengingatkan sesuai dengan asas minimum pembuktian KUHAP, penyidik paling sedikit hendaknya mempunyai dua alat bukti dalam menyimpulkan dan menetapkan seseorang sebagai tersangka.

 

Alangkah lebih bijaksana, katanya, bila memandang persoalan ini dari perspektif psikologis dalam konteks tahun politik, sehingga penerapan pasal yang berat seperti makar ini bisa dihindarkan.

 

Sekadar diketahui, Pasal 87 KUHP mensyaratkan suatu perbuatan dapat dikatakan makar bilamana niat untuk itu (mens rea) telah nyata dengan adanya ‘permulaan pelaksanaan’. Dengan begitu, Pengajar Hukum Pidana STHI Jentera, Arsil berpandangan tanpa adanya indikasi bahwa ancaman tersebut memang akan dilaksanakan maka belum bisa dikatakan ucapan tersebut sebagai perbuatan makar untuk bisa membunuh presiden.

 

Sedangkan, bilamana pasal yang diterapkan adalah Pasal 154 KUHP soal hatespeech terhadap pemerintah maka dinilai Arsil juga kurang tepat, mengingat pasal tersebut telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan No 06/PUU-V/2007. Adapun soal celah lain seperti pengenaan pasal perbuatan tidak menyenangkan (vide: 335 KUHP), disebutnya juga tidak tepat, mengingat harus ada paksaan terhadap korban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

 

Lebih memungkinkan, katanya, bila yang digunakan adalah Pasal 336 (1) KUHP. Ancaman yang dimaksudkan di situ, katanya, sifatnya tidak dengan maksud memaksa orang melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

 

Sehingga, Ia berkesimpulan dalam konteks ancaman pembunuhan dialamatkan terhadap presiden, ancaman pidananya menjadi tak ada bedanya lagi dengan ancaman pidana dalam konteks ancaman yang dialamatkan terhadap warga Negara biasa, yakni dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan (bila dilakukan secara terang-terangan) atau dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun (bila dilakukan dengan secara tertulis).

 

“Jadi ketentuan yang paling mungkin adalah Pasal 336 (1) KUHP, dan itu berlaku baik bagi presiden maupun orang biasa,” katanya.

 

Tags:

Berita Terkait