Mengaku Khilaf, MA Batalkan Putusan Lama
Pilkada Sulsel:

Mengaku Khilaf, MA Batalkan Putusan Lama

MA tidak berwenang memerintahkan dilakukannya pilkada ulang. Kewenangan itu dimiliki Panitia Pilkada Kecamatan.

Her/IHW
Bacaan 2 Menit

 

Babak demi babak Pilkada Sulsel

 

5 November 2007

Pilkada Sulsel digelar. Ada tiga pasangan yang berebut posisi gubernur dan wakil gubernur. Pertama, Amin Syam (Gubernur Sulsel saat itu) dan Mansyur Ramly (mantan Rektor Universitas Muslim Indonesia, Makassar). Kedua, Aziz Qahhar Mudzakkar (anggota DPD Sulsel) dan Mubyl Handaling. Ketiga, Syahrul Yasin Limpo (Wakil Gubernur Sulsel saat itu) dan Agus Arifin Nu'mang (Ketua DPRD Sulsel).

 

16 November 2007

KPUD Sulsel menetapkan pasangan Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu`mang sebagai pemenang Pilkada. Pasangan itu meraih 1.432.572 suara. Di urutan kedua, dengan selisih 27.662 suara, adalah pasangan Amin Syam-Mansyur Ramly  yang mendapat 1.404.910 suara. Tidak puas dengan hasil itu, pasangan Amin Syam-Mansyur Ramly mengajukan gugatan ke MA.

 

19 Desember 2007

Majelis hakim kasasi MA mengabulkan gugatan Amin Syam-Mansyur Ramly dan memerintahkan KPUD Sulsel untuk menggelar Pilkada ulang di Kabupaten Gowa, Bantaeng, Bone dan Tana Toraja. Tapi KPUD Sulsel tak mau tunduk kepada putusan itu dan mengajukan PK.

 

18 Maret 2008

Majelis hakim PK menilai terdapat kekhilafan hakim kasasi. MA memutuskan tidak perlu ada Pilkada ulang. Seluruh keberatan pasangan Amin Syam-Mansyur Ramly ditolak MA.

 

 

Nurhadi mengatakan, putusan ini merupakan putusan final. Tidak ada upaya hukum lain setelah ini, jelasnya. Karena itu MA berharap semua pihak menghormati dan melaksanakannya.

 

Ditemui di gedung MK, Ketua KPU Hafiz Anshary juga menghimbau agar pihak-pihak yang bersengketa dan masyarakat di Sulsel bisa menerima keputusan MA.

 

Beberapa kejanggalan

Elza Syarief, kuasa hukum pasangan Amin Syam-Mansyur Ramly, kecewa atas putusan ini. Ia mencatat ada beberapa kejanggalan yang dilakukan MA. Sebelum ada nomor perkara, MA sudah memeriksa perkara ini, ujarnya. Semestinya, menurut Elza, setelah memori dan kontra memori PK dikirim ke MA, tahap selanjutnya adalah MA memberi nomor perkara lalu membentuk majelis hakim. Setelah itu majelis hakim PK memeriksa berkas yang diajukan kedua belah pihak.

 

Kejanggalan lain, kata Elza, ialah bocornya putusan sebelum waktunya. Majelis hakim masih bermusyawarah, putusan ini sudah bocor ke mana-mana, keluhnya. Menurutnya, hal ini bisa terjadi karena sengketa ini sangat bernuansa politik. Penyelesaian sengketa ini tidak murni hukum, tandasnya.

 

Mengenai isi putusan, Elza tak mau berkomentar. Yang jelas, ia sudah memprediksi putusan MA bakal mengalahkan kliennya. Seratus persen saya yakin putusannya akan seperti ini, ujarnya. Namun ia belum bersedia membeber langkah selanjutnya yang akan ia tempuh.

 

Di sisi lain, kuasa hukum KPUD Sulsel, Iskandar Sonhaji, merasa lega atas putusan ini. Dari awal ia tak setuju dengan putusan MA yang memerintahkan dilaksanakannya coblosan ulang. Putusan yang sekarang, tandasnya, menunjukkan bahwa MA telah melaksanakan kompetensinya dengan benar.

Halaman Selanjutnya:
Tags: